Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) selama ini dinilai dekat dengan pemerintah China. Saking mesranya hubungan itu membuat pemerintah banyak berhutang ke China.
Seperti hutang dari China Development Bank (CDB) melalui tiga bank BUMN, juga pembangunan proyek kereta cepat yang semuanya mengandalkan China, mulai teknologinya, modalnya, bahkan tenaga kerja kasarnya.
Konsep kerja sama seperti ini dikecam Wakil Ketua Komisi XI DPR, Hafizs Tohir. Menurutnya, pemerintah harus mengevaluasi secepatnya. Apalagi, kebijakan utangan China itu berbau politis, yang ingin menguasai Indonesia melalui kebijakan one belt one road.
“Pemerintah harus mau mengkaji ulang kebijakan pro RRC (Republik Rakyat China) tersebut. Apalagi memang disinyalir, kebijakan China memberi utang ke kita itu dikaitkan dengan kebijakan politik strategi one belt one road,” papar Hafizs, kepada Aktual.com, Selasa (15/11).
Kebijakan utangan China yang paling nyata adalah kucuran utang USD3 miliar dari CDB terhadap tiga bank BUMN, PT Bank Mandiri Tbk, PT BNI Tbk, dan PT BRI Tbk. Padahal suku bunganya tidak serendah klaim mereka selama ini. Jika mau suku bunga rendah itu pinjaman dari bank Jepang.
“Pinjaman CDB itu bunganya berkisar 3,5%. Angka itu sangat tinggi. Jadi jika dibanding dengan soft loan dari Jepang yang berkisar hanya 0,5%-1% saja, jadi sebetulnya utang dari CDB interest-nya sangat tinggi,” jelas dia.
Dan lebih parah lagi, kata dia, pemerintah perlu ingat utangan dari CDB itu, selain bunga cukup tinggi, juga persyaratannya sangat tidak baik untuk rakyat Indonesia.
“Yaitu harus mengggunakan peralatan China serta tekhnologi china, dari proyek-proyek yang diutangi China. Juga yang lebih melukai hati rakyat adalah kita harus pakai tenaga buruh dari China di saat rakyat kita sedang banyak yang menganggur,” keluh Hafizs.
Untuk itu, kata dia, pemerintah jangan terus membangkang, harus mendengarkan masukan dari DPR. “Maka, sikap pemerintah harus bisa dan mau dievaluasi (kebijakan pro China),” kata dia.
“Karena dalam negara itu kan ada trias politica yang menjadi penentu arah policy negara. Maka pemerintah juga perlu berdialog dengan parlemen sebagai wakil rakyat (dalam menentukan kebijakan),” cetusnya.
Sebelumnya, peneliti Jepang dari Universitas Tsurumi dan Universitas Seigakuin Jepang, Masako Kuranishi, mengingatkan Indonesia agar harus nerhati-hati terhadap gerakan China di Asia, terutama di Indonesia.
“Karena China punya rencana atau konsep besar sejak Oktober 2013 terhadap Asia, yaitu Maritime Silk Road atau sering dijuluki One Belt One Road. Ide ini berasal dari Xi Jinping. Secara kasar bisa dikatakan, ini lah munculnya hegemoni China terhadap negara-negara di Asia,” tegas dia.
Karena, kata dia, kalau China sudah menguasai jalur Shinkansen dan sekitarnya akan mudah bagi mereka untuk semakin merealisasi konsep one belt one road tersebut yang akan berlanjut ke negera Asia lainnya.
Di Indonesia, menurutnya, dimulai dari penguasaan Shinkansen. Tapi tak cuma soal Shinkansen, tetapi daerah yang dilewati dan sekitarnya akan dikuasai pihak China walaupun itu perusahaan patungan dengan komposisi saham 60% Indonesia dan 40% China.
“Tapi China yakin Indonesia nantinya akan kesusahan bayar. Sehingga penguasaan mayoritas perusahaan akan dilakukan China. Juga dengan tenaga kerja yang dikerahkan semua akan diturunkan dari China. Tenaga kerja Indonesia hanya sedikit dan itu tak penting, seperti dalam proyek kereta cepat itu,” ujar dia.
Itu baru satu hal, tambah dia, soal pinjaman dari AIIB dan CDB yang miliaran dolar AS telah membuat Kuranishi bingung.
“Kok Indonesia mau menerima pinjaman besar sekali dari China dengan bunga besar. Padahal Jepang bisa memberikan pinjaman 0,1% per tahun. Benar-benar tidak dimengerti,” tandasnya.
(Laporan: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka