“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim hujan pada periode 1981-2010, maka awal musim hujan 2021/2022 di Indonesia diprakirakan maju pada 157 ZOM (45,9 persen), sama pada 132 ZOM (38,6 persen), dan mundur pada 53 ZOM (15,5 persen),” ujar dia.

Dwikorita menerangkan secara umum, sifat hujan selama musim hujan 2021/2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 244 ZOM (71,4 persen), sejumlah 88 ZOM (25,7 persen) akan mengalami kondisi musim hujan atas normal (lebih basah dari biasanya) dan 10 ZOM (2,9 persen) akan mengalami musim hujan bawah normal.

Tantangan penyaluran informasi

Di sisi lain dalam kesempatan berbeda, Dwikorita mengatakan peringatan dini untuk cuaca ekstrem telah diinformasikan enam hari sebelum hingga tiga jam sebelum kejadian. Informasi tersebut telah disiarkan ke berbagai kanal, secara digital, siaran pers, dan lain sebagainya.

Saat ini yang menjadi tantangan menurut Dwikorita adalah bagaimana informasi tersebut tidak diabaikan, dan dapat diteruskan kepada masyarakat untuk segera melakukan mitigasi bencana. Menurut dia, masih terdapat gap teknologi yang ada dalam penerusan informasi peringatan dini.

Pihaknya pun sempat mengecek informasi tersebut apakah telah tersalurkan kepada polisi air, BPBD hingga pelabuhan. Rupanya diketahui masih ada info dari BMKG yang sempat terabaikan ketika pada akhirnya terjadi peristiwa tertentu.

“Saat kejadian bencana, ada info yang kami kirim ternyata tidak dibuka, ternyata tidak paham kalau itu penting. Inilah yang kami galakkan untuk sosialisasi. Tantangan paling berat adalah informasi yang sudah diterima itu terbukti menerima, kemudian dibuka dan dibaca agar mereka paham,” ujar dia.

Sehingga menurut Dwikorita, BMKG perlu berupaya lebih keras agar penerima informasi tidak abai terhadap peringatan dini yang dikeluarkan. Tantangan tersebut, tidak hanya bisa dilakukan sendiri, salah satunya dengan cara menggelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan yang lebih dimasifkan untuk ratusan ribu nelayan yang ada di Indonesia.

Pengulangan bencana hidrometeolorogi

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mewaspadai wilayah setempat yang mengalami pengulangan bencana hidrometeorologi.

“Kalau sering mengalami pengulangan di Kabupaten/Kota yang sama, berarti kesiapsiagaan harus diperkuat,” ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam konferensi pers daring Tim Inteljen Penanggulangan Bencana yang dipantau dari Jakarta, Jumat.

Ia meminta Pemda memperhatikan komponen kesiapsiagaan untuk mengurangi jumlah korban luka dan penduduk yang terdampak bencana.

Abdul mengatakan Provinsi Jawa Barat termasuk wilayah yang mesti mendapat perhatian khusus, sebab berdasarkan data yang dihimpun dalam satu waktu, provinsi tersebut mengalami bencana banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem dalam waktu bersamaan.

Ia mencontohkan wilayah Kabupaten Bogor yang dalam lima tahun terakhir, terjadi bencana hidrometeorologi yang beragam yakni banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor serta terjadi pengulangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid