“Bogor yang hotspot kejadiannya selalu ada di sana. Artinya ada aspek kesiapsiagaan yang belum optimal,” ujar dia.

Abdul juga mengatakan wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, juga mengalami kejadian sama dan berulang seperti halnya Bogor.

Selain itu, Abdul juga mencatat sejumlah provinsi di Indonesia mengalami dua bencana hidrometeorologi basah dan kering dalam satu waktu yang bersamaan.

Misalnya temuan pada bulan Juni, Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan mengalami banjir dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Di waktu yang sama, dua provinsi tersebut mengalami banjir dan kebakaran hutan,” ujar Abdul.

Sementara itu Abdul mengatakan kejadian bencana hidrometeorologi basah di bulan Juli-Agustus sering terjadi di wilayah yang menjadi perhatian saat ini yakni Provinsi Aceh, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Untuk itu, Abdul meminta upaya mitigasi pemerintah daerah untuk mengubah early warning menjadi early action guna mengurangi korban jiwa.

“Pemda harus siap siaga mitigasi seperti susur sungai, pangkas ranting pohon, penghijauan. Ada saat kontinjensi, perlu informasi lebih detil seperti kapan dan berapa lama, ini perlu kita pertajam early warning cuaca terkait potensi banjir, longsor dan puting beliung,” ujar dia.

Peringatan dini serta kesiapan mitigasi perlu menjadi perhatian khusus di berbagai daerah yang telah diperhitungkan rawan bencana hidrometeorologi. Selain itu, peringatan dini BMKG sepatutnya tak disepelekan, guna menyelamatkan lebih banyak nyawa dari marabahaya bencana tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid