Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Arief Poyuono menyebutkan, selama ini PT Pertamina (Persero) kerap meminta penyertaan modal negara (PMN) ke negara.
Namun saat ini, meski dengan adanya rencana holding BUMN Energi yang telah meng-convert saham PGN menjadi PMN untuk dilimpahkan ke Pertamina, tapi Menteri BUMN Rini Soemarno diminta untuk tidak menabrak aturan hukum.
“Tentu saja harus seizin DPR. Itu jelas disebut dalam dalam Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN disebutkan jika ada perubahan kepemilikan saham di perusahaan pelat merah maka harus melalui persetujuan DPR,” tandas Arief kepada Aktual.com, Senin (30/5).
Menurut Arief, Rini tidak bisa asal-asalan seperti manajemen bromocorah terkait kebijakan merger akuisisi PGN oleh Pertamina ini.
Tapi kalau Rini Soemarno masih tidak meminta Izin DPR ini, kata dia, patut dipertanyakan kepentingannya, apalagi PGN adalah perusahaan publik di mana kepentingan pemegang saham publik tentu harus diperhatikan
“Jadi jangan asal nabrak aturan seenak-enaknya. Jika begitu, telah memperlihatkan bahwa Menteri BUMN tidak profesional dan sangat kacau dalam mengelola BUMN,” tegas dia.
Menurut Arief, PGN berstatus perusahaan publik jadi harus tunduk juga terhadap UU Pasar Modal bahwa pelepasan perusahaan berstatus terbuka harus ada proses tendernya di Pasal 83 Undang-undang tahun 1995 tentang Pasar Modal yang diatur lewat Keputusan Ketua Pengawas Pasar Modal No. Kep-85PM/1996 tentang Penawaran Tender.
“Itu jelas disebutkan, jadi setiap ada perubahan kepemilikan di perusahaan terbuka maka harus dilakukan penawaran tender,” cetusnya.
Penawaran tender wajib alias mandatory tender offers ini, kata dia, dilakukan oleh pemegang saham pengendali terhadap para pemegang saham minoritas. Sayangnya, Rini tidak mau mengomentari soal hal ini meski PGN merupakan perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Saya rasa ini hanya kepentingan Rini saja. Publik harus menolaknya,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka