Kuta, Aktual.com – Sebanyak 600 ribu pil yang mengandung pseudoephedrine telah diamankan oleh pihak Bea Cukai Bandara Ngurah Rai, saat akan dikirim dari Korea Selatan ke Australia.
Pseudoephedrine merupakan bahan baku untuk membuat narkoba (prekursor) jenis sabu-sabu dan ekstasi.
“Penyitaan barang bukti ini hasil investigasi antara Australia Border Force (ABF) dan BC Ngurah Rai Bali terhadap paket kiriman pil pseudoephedrine yang dikirim dengan rute Seoul, Denpasar, hingga Melbourne yang tidak dilengkapi izin impor prekursor ataupun sedang dalam proses pengurusan izin impor prekursor,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi di Kuta, Senin (16/7).
Ia menuturkan bahwa penemuan barang bukti itu berdasarkan informasi ABF pada tanggal 13 Januari 2018, kemudian pihaknya berkoordinasi dengan Bea Cukai Ngurah Rai terkait dengan pengiriman paket barang tersebut tiba di Denpasar.
Berkat laporan itu, petugas berhasil menyita 6 dos kiriman pil bahan prekursor dengan nomor pengiriman masing-masing EG218129578KR, EG218129564KR, EG218129581KR, EG218129595KR, EG218129604KR, dan EG 21812961KR. Setelah ditimbang, berat total mencapai 138 kg bruto.
“Dari hasil pemeriksaan, dalam paket-paket tersebut, petugas menemukan 6 kotak yang masing-masing berisi 100 botol berlabelkan Codana dan tiap botolnya berisikan 1.000 tablet mengandung pseudoephedrine,” ujarnya lagi.
Barang bukti yang diamankan petugas, lantas dikirim sampel ke laboratorium Bea Cuka di Surabaya, BPIB Tipe B Surabaya, pada tanggal 14 Januari 2018. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa tablet tersebut positif mengandung pseudoephedrine.
“Hasil uji lab mengonfirmasi bahwa kandungan tablet terdiri atas pseudoephedrine HCL sebesar 60 mg�serta tripolidine HCL sebesar 2.5 mg,” ujarnya.
Selanjutnya, Bea Cukai mengoordinasikan hasil pemeriksaan kepada ABF dengan harapan agar hasil pemeriksaan tersebut dapat membantu menyelesaikan proses hukum terhadap penerima barang.
“Bea Cukai mendukung upaya penyelesaian proses hukum yang dilakukan oleh ABF dan tim investigator Australia dengan memberikan akses terhadap informasi atas hasil pemeriksaan agar penerima paket kiriman tersebut dapat diamankan,” ujar Heru.
Sementara itu, Direktur Regional ABF Asia-Tenggara Chris Waters mengatakan bahwa bentuk kerja sama ini akan didukung penuh dalam rangka memberantas kelompok kriminal yang mengirim obat terlarang secara ilegal.
“Ini kerja sama yang baik dalam membangun sinergitas kedua belah pihak dan pertukaran informasi dalam investigasi dan penyelidikan kasus narkotika di kedua negara,” ujarnya.
Pemerintah Australia berkomitmen mencegah masuk dan beredarnya barang narkotika ini ke Australia maupun keluar Australia.
“Saya tidak bisa menjelaskan secara perinci siapa tersangka yang terlibat dalam kasus ini karena ini merupakan investigasi internal kami,” katanya.
Heru memandang penting sinergi antar-instansi kedua negara dalam menghadapi kejahatan lintas batas, seperti peredaran narkotika secara ilegal.
Perkembangan terakhir saat ini, tersangka yang saat ini berdomisili di Australia telah ditangkap oleh pihak berwenang Australia.
“Sinergi Indonesia dan Australia seperti ini harus ditingkatkan, mengingat bahwa kejahatan terkait narkoba tidak mengenal batas. Tidak menutup kemungkinan narkoba yang dibuat di Australia dapat dipasarkan di Indonesia,” ujarnya.
Oleh karena itu, pencegahan ini tidak hanya akan melindungi warga Australia, tetapi juga warga Indonesia. Kerja sama administrasi pabean antara dua negara ini terselenggara di bawah forum tahunan Customs to Customs Cooperation. Penyelenggaraan kegiatan ini sejak 2001 dan menghasilkan banyak tangkapan.
Setelah pencegahan dan hasil pemeriksaaan tersebut disampaikan kepada ABF, penyidikan dilakukan oleh pemerintah Australia guna mengamankan dan mengadili tersangka.
“Sebagai penyelesaian rangkaian penegahan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bea Cukai, paket-paket tersebut akan diserahterimakan pada hari ini ke Polda Bali selaku salah satu pihak yang berwenang dalam melakukan penyidikan tindak pidana narkotika di Indonesia,” katanya.
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika serta Pasal 12 dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, Bea Cukai berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap prekursor, termasuk melakukan penjagaan prekursor yang transit di wilayah Indonesia dengan tujuan pengiriman negara lain yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan