Saudaraku, mengapa wawasan generalis itu penting, sehingga rejim pendidikan tinggi di China mengubah kurikulumnya dari kecenderungan over-spesialisasi ke arah penyiapan mahasiswa generalis yang mampu berpikir independen dan inovatif?
Pagi ini saya baca ulang buku “Behave: The Biology of Humans at Our Best and Worst” (2017). Jawabannya karena kehidupan manusia itu kompeks yang hanya bisa dipahami keutuhannya dengan perspektif multidisiplin dan transdisiplin.
Mendapati seseorang baru saja bertindak, bagaimana cara kita menjelaskan perilaku tersebut? Penjelasan pertama karena apa yang terjadi pada otak orang itu sedetik sebelumnya. Mengapa otak orang itu bekerja? Karena beberapa saat sebelumnya memperoleh rangsangan dari penglihatan, pendengaran dan penciuman.
Mengapa alat-alat indera itu bekerja? Karena pengaruh pergerakan hormonal beberapa jam atau hari sebelumnya. Pada tahap ini kita mulai bicara neurobiologi dan dunia penginderaan dari lingkungan kita serta endocrinology jangka pendek untuk menjelaskan mengapa orang itu bertindak.
Pertanyaan selanjutnya, lingkungan seperti apa beberapa minggu bahkan tahun sebelumnya yang dapat mengubah struktur dan fungsi otak orang tersebut sehingga mengubah caranya berespon thd hormon dan stimuli lingkungan? Maka kita akan melihat lebih jauh pada masa kanak-kanak orang tersebut, bagaimana lingkungan suasana janin serta susunan genetiknya. Kita juga bisa memeriksa lingkungan budaya seperti apa yang membentuk perilaku sekelompok individu, dan lingkungan ekologis seperti apa yang membetuk budaya seperti itu.
Akhirnya, mengapa susunan genetiknya seperti itu? Karena faktor-faktor ribuan/jutaan tahun yang membentuk evolusi gen tersebut. Di sini kita bicara psikologi, antropologi, sosiologi, dan biologi molekuler, dan sebagainya.
Alhasil, bahkan satu tindakan hanya bisa dipahami sepenuhnya dengan penjelasan multidisiplin secara simultan. Betapa sempitnya wawasan kita terhadap keutuhan eksistensi manusia.
Makin banyak belajar, makin sadar untuk tidak tergesa-gesa memberikan penilaian (judgement). Makin banyak tahu makin merasa tak tahu, mau menerima asupan multiperspektif, bisa berempati dengan memberi peluang bagi yang lain menyingkapkan diri, demi pemahaman yang lebih utuh.
Makrifat Pagi, Yudi Latif
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin