Syaf didakwa bersama-sama dengan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), pengendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI melakukan pelanggaran sehubungan dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL).
Kendati demikian, Moin berpendapat, perbuatan yang dilakukan oleh Syafruddin sangat erat berkaitan dengan wewenang pihak lain. “Karakteristik perkara itu juga kental dimensi perdata, karena berkaitan dengan perjanjian kredit antara petani tambak dan BDNI yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wahyuni Mandira (PT WM),” ujar Moin.
Fakta selanjutnya, kata Moin, BDNI telah menyerahkan aset senilai Rp4 triliun kepada BPPN untuk menyelesaikan kewajiban. Ketika BPPN berakhir masa tugasnya pada tahun 2004, dilakukan penyerahan aset kepada Kementerian Keuangan.
Selanjutnya melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA) aset tersebut dijual. Menurut audit investigatif BPK tahun 2017, aset itu dijual oleh PPA hanya Rp220 miliar. Penjualan aset dilakukan pada pada 2007. Sementara itu hak tagih BPPN terhadap BDNI diserahkan pada pada tahun 2004.
Moin menyatakan, berdasarkan fakta dan kronologi tersebut, perlu diingat bahwa penyerahan aset itu merupakan bagian dari mekanisme penyelesaian kewajiban BLBI atas nama BDNI berdasarkan kebijakan KKSK.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara