Seorang bocah berduka atas kematian kerabatnya di sebuah rumah sakit di Kota Rafah, Jalur Gaza selatan, 1 April 2024. ANTARA/Xinhua/Khaled Omar/pri. (ANTARA/Xinhua/Khaled Omar)

Jenewa, Aktual.com – Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (8/4) menyerukan agar fasilitas dan personel layanan kesehatan dilindungi dari kekerasan dengan sasaran tertentu di tengah konflik.

Berbicara dalam diskusi panel di markas besar WHO di Jenewa, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa kerusakan pada fasilitas perawatan kesehatan dan personel mereka kerap terjadi, seperti yang terlihat di Gaza, Sudan, dan Ethiopia.

Pernyataan ini disampaikan Tedros menyusul serangan mematikan yang dilancarkan Israel terhadap para pekerja kemanusiaan, yang memicu kemarahan dan kecaman internasional. Aksi kekerasan tersebut semakin membebani sistem kesehatan yang sudah kewalahan, dan menyebabkan trauma psikologis bagi pasien yang rentan.

Lebih dari 1.400 serangan terhadap pusat-pusat layanan kesehatan dilaporkan terjadi pada 2023 yang menewaskan 742 orang dan mencederai 1.000 lebih orang, menurut data badan PBB itu.

Rumah sakit dan tenaga kesehatan harus mendapatkan perlindungan yang tidak diganggu gugat selama konflik, sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sebagaimana pernyataan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk dalam pembicaraan pada Senin (8/4).

Sementara itu, di daerah-daerah yang bebas konflik, pemanasan global memperparah kekeringan dan banjir serta membawa dampak buruk terhadap kesehatan dan mata pencarian, kata Turk.

“Salah satu hal yang disayangkan dari perang adalah bahwa ini selalu tentang manajemen krisis, yang tidak menyisakan banyak ruang untuk benar-benar mengatasi tantangan besar di zaman kita,” katanya.

“Krisis iklim jelas merupakan salah satunya,” ucap dia menambahkan.

Kedua pemimpin itu sepakat bahwa cakupan kesehatan universal harus digalakkan, dan Turk menggarisbawahi bahwa akses universal ke perawatan kesehatan adalah hak asasi manusia alih-alih isu politik.

“Hal ini harus memengaruhi keputusan anggaran yang dibuat oleh negara-negara,” katanya.

Turk dan Tedros mengusulkan dilakukannya pengembangan terhadap mekanisme dialog strategis saat ini antara WHO dan kantor hak asasi manusia PBB (OHCHR).

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan