Jakarta, aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menantang bekas Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen membuktikan keterlibatan Wiranto sebagai dalang kerusuhn Mei 1998.

“Saya buka sekarang, yang bersangkutan pernah meminta uang kepada saya dan saya berikan. Biar semua jelas, dulu saya diam-diam saja, tapi sekarang saya buka,” kata Wiranto di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Selasa (26/2).

Wiranto bahkan berani sumpah pocong untuk membuktikan apakah dirinya terlibat atau tidak.

“Apakah 1998 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu saya, Prabowo, Kivlan Zein, sumpah pocong kita, siapa yang sebenarnya dalang kerusuhan itu,” kata Wiranto.

Dalam acara “Para Tokoh Bicara 98” di Jakarta, Senin (25/2), Kivlan menuduh Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998 serta memainkan peranan ganda dan isu propagandis saat masih menjabat sebagai Panglima ABRI.

Tujuannya untuk menumbangkan Presiden Soeharto.

Wiranto mengatakan dirinya ingin menjelaskan kepada publik agar tidak ada tuduhan terhadap dirinya yang kerap muncul terutama saat momentum politik.

“Tujuannya biar jelas masalahnya, jangan asal menuduh saja. Sebenarnya saya tidak heran kalau kemudian ada tuduhan-tuduhan kepada saya, saat saya bicara kebenaran,” katanya.

“Saat saya bicara mengenai realitas yang terjadi saat ini, saat saya masuk pilpres 2004, saat saya masuk pilpres 2009, itu semua selalu diwaranai tuduhan-tuduhan kepada saya,” tambah Wiranto.

Ia pun mengaku sesungguhnya merasa kasihan dengan Kivlan Zein yang menurut Wiranto selalu melakukan pernyataan-pernyataan yang ngawur dan tidak sesuai fakta.

“Karena tidak lagi melihat kenyataan yang sudah beredar di masyarakat, fakta-fakta yang beredar, termasuk TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) itu produknya ada, dari sana sudah jelas, 1998, itu sumber kerusuhan mengarah kepada institusi mana? Sudah mengarah figur-figur mana, ada itu,” ungkap Wiranto.

Wiranto selaku panglima ABRI pada peristiwa 1998 itu bahkan menilai bahwa dirinya sudah melakukan berbagai langkah edukatif, persuasif, dialogis dengan sejumlah tokoh reformasi agar tidak muncul kekacauan dan kerusuhan nasional yang akan merugikan Indonesia. “Bukan saya sebagai dalang kerusuhan, saya mencegah kerusuhan terjadi dan ternyata tiga hari saya sudah mampu mengamankan tensi ini,” katanya.

Dikisahkan Wiranto, pada 13 Mei 1998 pagi terjadi penembakan di Trisakti. Selanjutnya pada siang terjadi kerusuhan di Jakarta.

“Pada 14 Mei kerusuhan memuncak, 14 Mei malam saya kerahkan pasukan pasukan dari Jawa Timur, pada 15 Mei pagi Jakarta sudah aman dan seluruh wilayah Indonesia sudah aman,” tegas Wiranto.

Ia mengaku bahwa meski memiliki peluang untuk melakukan kudeta tapi tidak ia lakukan karena ia mencintai Indonesia.

“Saya mencintai republik ini dan teman-teman reformis yang akan mengubah negeri ini jadi lebih baik lagi, tidak ada sama sekali keinginan, kehendak, tindakan saya yang mengarah kepada melakukan langkah-langkah untuk mengacaukan tahun 1998 sebagai Menhankam/Pangab (Panglima ABRI) yang membawahi TNI dan Polisi,” ungkap Wirno.

Wiranto pun menegaskan agar tidak ada yang coba-coba mengacaukan negara dan keamanan jelang pilpres dan pileg pada 17 April 2019.

“Jangan coba-coba membuat kerusuhan dalam rangka pemilu, kita akan menghadapi dengan semua kekuatan TNI dan polisi. Ini taruhan bangsa kita. Saya sampaikan ini dengan satu kesadaran, bukan emosi, hanya ingin menegakkan kebenaran,” tegas Wiranto.

Wiranto berharap dengan pernyataannya tersebut dapat meredakan informasi-informasi sesat yang ada di masyarakat.

“Moga-moga dengan penjelasan saya ini hoaks dan tuduhan-tuduhan tidak berdasar bisa kita eliminasi,” katanya.

Dia mengatakan selama ini dirinya memilih diam karena tidak ingin ada keramaian di masyarakat.

“Maka sekarang ini saya membuat pernyataan yang ingin menjernihkan duduk masalah sebenarnya. Sudah ada TGPF dan produknya sudah ada. Tidak memberi kesempatan kepada orang-orang agar tidak berbicara ngawur,” kata Wiranto.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin