Jakarta, Aktual.com — Pariwisata menjadi salah satu sumber devisa andalan yang lebih tahan banting di tengah penurunan nilai rupiah. Input produksi pariwisata tidak banyak tergantung dari, tetapi bisa digali dari sumber daya kearifan lokal.
Salah satu penyumbang wisatawan lokal adalah wisata ziarah Walisongo yang hingga 2019 ditargetkan mampu mencapai 18 juta orang. Bila pengeluaran wisatawan per kunjungan rata-rata Rp400.000, maka angka kunjungan itu mampu menggerakkan perekonomian setara Rp7,2 triliun.
Kementerian Pariwisata mencanangkan wisata ziarah pada pertengahan Oktober 2015, untuk mengejar peningkatan wisatawan Nusantara sampai 275 juta orang dalam empat tahun ke depan.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya mengatakan, wisata ziarah harus memiliki nilai keekonomian selain nilai-nilai spiritual yang selama ini di kedepankan agar memberikan manfaat untuk masyarakat di sekitarnya.
“Wisata ziarah harus bisa menyejahterakan umat di sekitarnya,” katanya.
Arief mengatakan ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk mewujudkkan pengembangan pariwisata berkelanjutan, termasuk untuk situs wisata ziarah, yaitu lingkungan, ekonomi dan komunitas.
Wisata ziarah harus memerhatikan lingkungan dan dapat menyejahterakan masyarakat serta memperkuat komunitas-komunitas di sekitarnya.
Selain itu, Arief mengatakan pengelolaan wisata ziarah juga harus profesional. Dia menyatakan pemerintah telah berkomitmen menyiapkan anggaran Rp1 miliar untuk masing-masing situs Walisongo.
“Situs wisata ziarah harus memiliki pemasaran dan acara sesuai karakternya masing-masing. Semua harus dipersiapkan. Bila ada tari disiapkan koreografernya, lagu disiapkan komposernya, busana disiapkan desainernya,” katanya.
Selain promosi dan acara, hal lain yang perlu diperhatikan adalah sanitasi pada situs wisata ziarah. Arief mengatakan yang mendapat penilaian terburuk dari destinasi wisata Indonesia, termasuk wisata ziarah, adalah sanitasi.
“Banyak tempat wisata, termasuk masjid-masjid yang menjadi tujuan wisata ziarah, toiletnya jorok. Padahal, kata orang Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman. Kita perlu fokus untuk memperbaiki hal itu,” tuturnya.
Dukungan DPR Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah menyatakan keyakinannya bahwa peningkatan anggaran yang diajukan pemerintah melalui Kementerian Pariwisata untuk mengembangkan wisata ziarah bisa disetujui DPR.
“Ada beberapa rekomendasi untuk Kementerian Pariwisata, bila rekomendasi tersebut dilakukan saya yakin anggaran yang diajukan untuk dibahas akan disetujui DPR,” katanya.
Politisi Partai Golkar itu merekomendasikan Kementerian Pariwisata untuk membuat klasifikasi pengunjung wisatawan Nusantara dan mancanegara berdasarkan target per destinasi ziarah setiap tahun untuk memudahkan menetapkan target wisatawan yang akan datang.
Selain membuat klasifikasi, Ferdiansyah juga menyarankan Kementerian Pariwisata untuk membuat data pengunjung tetap dan proyeksi pengunjung baru setiap tahun per destinasi ziarah.
“Kementerian Pariwisata juga perlu melakukan riset tentang kepuasan pengunjung per destinasi ziarah setiap tahun dan data pengeluaran pengunjung setiap tahun untuk per destinasi ziarah,” tuturnya.
Untuk meningkatkan jumlah pengunjung, para pemangku kepentingan wisata ziarah juga perlu memperkuat destinasi wisata dengan melakukan pembenahan dan peningkatan daya tarik kawasan wisata.
Perlu Manajemen Profesional Sultan Kasepuhan XIV Cirebon PRA Arief Natadiningrat mengatakan wisata ziarah yang selama ini banyak dikelola secara tradisional perlu mendapat sentuhan manajemen pengelolaan yang lebih profesional.
“Tujuan wisata ziarah di Indonesia saat ini sudah berusia ratusan tahun dan menjadi cagar budaya,” kata PRA Arief Natadiningrat.
Arief mengatakan, situs-situs tersebut sudah lama menjadi tujuan ziarah, termasuk Keraton Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, bahkan sejak sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Presiden Soekarno pernah menyatakan bahwa NKRI tetap menghormati hak para raja di seluruh Indonesia. Contohnya raja dari Keraton Yogyakarta sebagai salah satu daerah istimewa. Tidak ada yang dimatikan dengan adanya NKRI.
“Selain itu juga perlu digalakkan sadar wisata dan sapta pesona pariwisata di kalangan pengelola dan masyarakat di sekitar situs wisata ziarah,” tuturnya.
Arief mencontohkan Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon yang memiliki beberapa tujuan wisata ziarah. Tujuan wisata ziarah utama di Cirebon adalah Keraton Kasepuhan, Masjid Agung Cipta Rasa dan Makam Sunan Gunung Jati.
Primadona di Jawa Timur Makam para wali dan ulama masih menjadi salah satu primadona pariwisata di Jawa Timur terutama saat bulan Ramadhan atau hari-hari tertentu, kata salah satu pejabat Dinas Pariwisata Jawa Timur.
“Tempat paling banyak diziarahi adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri dan Gus Dur,” kata Kabid Museum dan Budaya Dinas Plariwisata Jawa Timur, Endang Prasanti.
Endang mengatakan pihaknya memiliki beberapa program untuk mengembangkan wisata ziarah di Jawa Timur, tidak hanya wisata ziarah agama Islam, tetapi juga agama-agama lain.
“Makam-makam Walisongo biasanya dikelola oleh yayasan, karena itu Pemerintah Provinsi juga memberi perhatian kepada candi-candi Hindu peninggalan Majapahit,” tuturnya.
Menurut Endang, saat ini terdapat hampir 60 candi Hindu di Trowulan yang bisa dikembangkan sebagai tujuan wisata. Candi-candi Hindu itu akan dijadikan destinasi dalam paket-paket wisata.
Endang mengatakan sejak zaman kuno masyarakat Jawa Timur memang terdiri atas berbagai subetnik yang sangat banyak dan memiliki situs ziarah masing-masing. Selain situs ziarah agama, juga terdapat situs megalitikum.
“Situs megalitikum di Bondowoso banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Mungkin wisatawan mancanegara kurang tertarik dengan situs Walisongo. Situs megalitikum itu dibangun pada akhir Majapahit atau saat Islam berkembang,” katanya.
Target Pariwisata Target Kepariwisataan Indonesia 2019 adalah 20 juta wisatawan mancanegara dan 275 juta wisatawan nusantara yang diharapkan secara keseluruhan mampu menciptakan lapangan kerja kepariwisatan bagi 13 juta orang dan menghasilkan devisa hingga 240 triliun.
Pada beberapa tahun terakhir telah terjadi pergeseran tren kepariwisataan, yaitu dari motivasi “bersenang-senang” menjadi “mencari pengalaman baru”. Paradigma pariwisata pun bergeser dari “sun, sand and sea” menjadi “serenity, sustainability and spirituality”.
Berdasarkan penelitian bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terjadi kenaikan hingga 165 persen atas perjalanan wisata yang didasarkan pada keyakinan diri (faith based). UNWTO (2010) memperkirakan sekitar 330 juta wisatawan global atau kurang lebih 30 persen dari total keseluruhan wisatawan global melakukan kunjungan ke situs-situs religius penting di seluruh dunia, baik yang didasarkan pada motif spiritual atau pun motif kognitif.
Sejumlah situs ziarah di Indonesia terbukti mempunyai daya tarik yang luar biasa, seperti Situs Walisongo yang berada di delapan kabupaten/kota pada provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, situs megalitikum, situs agama Buddha seperti Candi Borobudur, situs agama Hindu seperti Candi Prambanan serta Goa Maria Sendangsono pernah mendapatkan penghargaan The Aga Khan Award.
Selain sebagai warisan budaya berbasis Islam, situs-situs tersebut juga merepresentasikan keberagaman budaya dan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Selain berziarah ke makam wali-wali, daya tarik yang lain adalah perayaan haul atau peringatan keagamaan untuk mengenang jasa orang-orang yang dianggap penting dalam konteks agama dan bangsa. Perayaan haul Sunan Ampel di Surabaya dan haul Syech Nawawi Al-Bantani di Serang, mampu menarik belasan ribu pengunjung per harinya.
Data yang diolah dari berbagai sumber memunculkan gambaran umum bahwa jumlah peziarah di sembilan makam Walisongo pada tahun 2014 mencapai 12,2 juta orang dan dengan pengeluaran wisatawan hingga mencapai Rp300 ribu per kunjungan atau total pengeluaran dalam setahun sebesar Rp3,6 triliun.
Artikel ini ditulis oleh: