Perajin membuat tempe dari kedelai impor di sentra industri tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Senin (29/5). Perajin tempe di kawasan tersebut mengaku kewalahan memenuhi permintaan pada bulan Ramadan yang melonjak hingga dua kali lipat sehingga mereka harus melipatgandakan produksi dari 50 lonjor menjadi 110 lonjor tempe per hari. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/ama/17.

Kudus, aktual.com – Harga jual kedelai impor di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pekan ini mulai naik menjadi Rp7.400 per kilogram dari harga jual sebelumnya sebesar Rp7.300/kg.

“Penurunan baru terjadi sejak empat hari yang lalu menyusul melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika,” kata Ketua Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus Amar Ma`ruf di Kudus, Sabtu (6/10).

Kenaikan tersebut, katanya, ketika nilai tukar rupiah tembus Rp15.000 per dolar Amerika.

Akibat naiknya harga jual kedelai impor tersebut, berdampak pada permintaan kedelai impor menjadi berfluktuasi.

“Jika sebelumnya sempat naik menjadi 17 ton per hari, kini menurun kembali menjadi 15-an ton per harinya,” ujarnya.

Ia menduga para pengrajin tahu maupun kedelai masih melihat kondisi pasar, jika permintaan masih bagus tentunya kapasitas produksinya akan disesuaikan permintaan pasar.

Sementara alternatif kedelai lokal, katanya, masih sepi peminat karena kualitasnya agak menurun, dibandingkan sebelumnya.

Padahal, lanjut Ma’ruf, harga jualnya lebih murah dibandingkan kedelai impor, yakni Rp7.250 per kilogramnya.

Untuk stok dipastikan tersedia aman karena kedelai impor yang tersimpan di gudang mencapai 65 ton dan masih ditambah sesuai permintaan.

“Stok kedelai lokal sementara tersedia sebanyak 15 ton karena sebelumnya sering dijadikan bahan campuran untuk pembuatan tahu,” ujarnya.

Kedelai lokal yang tersedia saat ini, berasal dari Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.

Jumlah pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Kudus diperkirakan mencapai 300-an pengusaha yang tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kecamatan Kota, Jekulo, Kaliwungu, Dawe, Bae, Gebog, Undaan, Mejobo, dan Jati.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang