Helikopter Superpuma Sinar Mas Forestry melakukan pengeboman air (water boombing) di atas hutan yang terbakar di Desa Bokor, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Selasa (15/3). Dua Helikopter Sinar Mas Forestry berjenis Superpuma PK-DAN dan Eurocopter PK-DAM dikerahkan untuk membantu proses pemadaman kebakaran lahan dan hutan di kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/kye/16

Jakarta, Aktual.com – Total kerusakan dan kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini berjumlah setidaknya 5,2 miliar dolar AS, atau sama dengan 0,5 persen dari produk domestik bruto, berdasarkan laporan Bank Dunia yang dirilis Rabu (11/12).

Perkiraan ini didasarkan pada penilaian Bank Dunia di delapan provinsi yang terkena dampak dari Juni hingga Oktober 2019, meskipun analis di bank multinasional itu mengatakan kebakaran terus berlanjut hingga November.

“Kebakaran hutan dan lahan, serta kabut asap yang ditimbulkannya, menyebabkan dampak ekonomi negatif yang signifikan, diperkirakan mencapai 157 juta dolar AS kerusakan langsung terhadap aset dan 5,0 miliar dolar AS kerugian dari kegiatan ekonomi yang terpengaruh,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut.

Lebih dari 900.000 orang melaporkan penyakit pernafasan, 12 bandara nasional menghentikan operasi, dan ratusan sekolah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura harus ditutup sementara karena kebakaran.

Asap yang melayang pada puncak musim kemarau pada September memicu pertengkaran diplomatik antara Kuala Lumpur dan Jakarta.

Lebih dari 942.000 hektare hutan dan lahan terbakar tahun ini, terbesar sejak kebakaran hebat pada 2015 ketika 2,6 juta hektare lahan terbakar di Indonesia, menurut angka resmi. Para pejabat mengatakan lonjakan itu disebabkan oleh pola cuaca El Nino yang memperpanjang musim kemarau.

Bank Dunia juga memperkirakan penurunan 0,09 dan 0,05 poin persentase dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia masing-masing pada 2019 dan 2020, karena kebakaran. Prakiraan pertumbuhannya untuk Indonesia adalah 5 persen untuk 2019 dan 5,1 persen untuk 2020.

Kebakaran itu “buatan manusia dan telah menjadi masalah kronis setiap tahun sejak 1997” karena api dianggap sebagai metode termurah untuk menyiapkan lahan untuk ditanami, kata bank itu.

Karena sekitar 44 persen dari area yang terbakar pada 2019 berada di lahan gambut, emisi karbon dari kebakaran Indonesia diperkirakan hampir dua kali lipat dari emisi yang dihasilkan akibat kebakaran di Amazon, Brazil, tahun ini.

Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa memperkirakan total 720 megaton emisi CO2 berasal dari kebakaran hutan Indonesia pada Januari-November tahun ini.

Efek jangka panjang dari kebakaran berulang tidak termasuk dalam perkiraan ini, kata Bank Dunia. Paparan asap berulang-ulang akan mengurangi kualitas kesehatan dan pendidikan dan merusak citra global minyak kelapa sawit—komoditas penting bagi Indonesia.

Sumber: Reuters

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan