Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto memberikan keterangan pers terkait likuidasi Petral Group di Jakarta, Senin (4/4). Pertamina telah melakukan formal likuidasi Petral Group yang terdiri dari Zambesi, Petral dan PES pada Februari 2016 lalu sehingga lebih cepat dari target sebelumnya yakni Juni 2016. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras/16.

Jakarta, Aktual.com — Direktur utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto menyampaikan perkembangan pembangunan terminal LNG (Gas Alam Cair) di Bojonegara, Banten, Jawa Barat masih menemukan kendala.

PT Bumi Sarana Migas (BSM) milik anak Wapres JK, yakni Solihin Kalla yang bertindak selaku mitra dalam pembangunan, ternyata menemukan kendala pendanaan. Dwi menambahkan, saat ini kedua belah pihak sedang mencari skenario agar proyek itu berjalan dengan baik.

“Sekarang masih dilakukan study, gimana skenarionya, pendanaanya juga mereka masih mencari,” terang Dwi saat ditemui setelah acara penandatanganan nota kesepahaman potensi bisnis dengan PT Semen Indonesia Persero di Gedung Kementerian BUMN, Jumat (22/4).

Namun diketahui sejak awal proyek ini memang ditemukan kejanggalan, selain proses pembangunan tanpa melalui tender dan hanya berdasarkan penilaian feasibility study, proyek ini juga dinilai merugikan Pertamina.

Ketua Unum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono membeberkan adanya pelanggaran Undang-Undang dan sejumlah kerugian yang diderita PT Pertamina akibat kerjasama ini.

“Ini feasibility study Gaya Abunawas dari PT Bumi Sarana Migas milik keluarga Wapres JK, yang pasti pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi Pertamina yakni melanggar UU Persaingan Usaha, yaitu ada dugaan konspirasi tanpa melalui tender terbuka,” tuturnya kepada Aktual.com, Rabu (20/4).

Selanjutnya biaya dan resiko dalam kerjasama dengan PT BSM sangat merugikan negara dimana semua resiko pembangunan pipa sepanjang 150 km ditanggung Pertamina, artinya infrastruktur jaringan pipa gas ke Muara Tawar yang Bangun Pertamina, tapi anehnya kepemilikan saham Pertamina hanya 15% di Stasiun Fasilitas Pendukung untuk LNG itu.

Kemudian semua keterlambatan pasokan gas LNG ke Stasiun Fasilitas Pendukung LNG ke Konsumen ditanggung oleh Pertamina, sedangkan PT BSM tidak menanggung resiko apapun.

“Semua resiko dilimpahkan ke Pertamina, lalu mana resiko yang harus ditanggung oleh PT BSM, di sini BSM hanya jadi broker untuk mencari pendanaan pada proyek fasilitas pendukung LNG dari Tokyo Gas dan Mitsui,” tukasnya.

Bukan hanya itu, menurutnya proyek ini merupakan bentuk perampokan terhadap Pertamina, karena sesunggunya Pertamina mampu mengerjakan proyek ini tanpa melakukan kerjasama denga PT BSM.

“Kalau untuk proyek ini, Pertamina bisa jalan sendiri kok atau mengandeng Petragas. Pertamina kan pemasok Gas LNG yang baru punya pesaing yaitu PGN, artinya Pertamina punya Captive market sendiri dan Market leader di sektor Penjualan LNG,” imbuhnya.

Dia menyatakan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu akan melaporkan Pertamina ke KPPU dengan dugaan adanya persekongkolan jahat dalam tender  dan melaporkan juga ke KPK  karena proyek ini diduga syarat dengan Korupsi dan Gratifikasi, lalu kemudian juga menyurati DPR untuk membatalkan proyek ini

“Kalau model kerjasamanya seperti ini, diduga Petinggi Pertamina atau petinggi di kementerian BUMN yang titip Saham di projek ini,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan