Jakarta, aktual.com – Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pengelolaan tambang yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas). Ia menilai kebijakan tersebut justru menghadirkan mudarat besar, terutama ancaman perpecahan di tengah umat.
“Sekarang sudah jelas yang di depan mata ada mudarat yang besar yaitu mudarat perpecahan. Ini yang harus menjadi prioritas utama kita. Saya mendukung seruan Kiai Said (mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj) yang mengatakan mungkin lebih baik tambang diberikan kembali kepada pemerintah,” kata Yenny saat haul ke-16 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, mengutip Antara, Kamis (18/12).
Yenny mengungkapkan, menjelang acara haul tersebut dirinya sempat berkomunikasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam percakapan itu, mereka membahas dinamika politik nasional, termasuk perkembangan yang terjadi di internal Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut Yenny, Luhut secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika ormas diberi kewenangan mengelola tambang. Sejak awal, kata dia, Luhut bahkan enggan menandatangani kebijakan tersebut karena menilai pengelolaan tambang bukan perkara mudah dan sarat risiko.
Ia menambahkan, Luhut juga mengingatkan bahwa pengelolaan tambang membutuhkan kehati-hatian luar biasa. Jika tidak, hal itu berpotensi memicu konflik dan perpecahan di internal organisasi.
Kondisi ini membuat Yenny merasa prihatin dengan situasi NU saat ini. Ia mengenang, pada masa awal berdiri, NU justru menjadi “tali tambang” yang mengikat dan mempersatukan semua pihak. Namun kini, menurutnya, isu tambang malah berpotensi menjadi ancaman bagi para pemimpin dan soliditas organisasi.
Karena itu, Yenny menyerukan agar NU menjauhkan diri dari hal-hal yang membawa mudarat. Ia menilai, jika pemerintah ingin memberikan dukungan, sebaiknya dilakukan dalam bentuk anggaran yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat, seperti membangun sekolah, pondok pesantren, maupun fasilitas sosial lainnya.
“Tapi kalau seperti ini (pengelolaan tambang) mudaratnya jauh lebih besar,” ujarnya.
Yenny juga mengingatkan kembali pesan pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, bahwa NU didirikan di atas semangat persatuan, mahabbah (kasih sayang), dan komitmen menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ia pun menyampaikan permohonan maaf jika pernyataannya menyinggung sebagian pihak. Namun, menurutnya, kegelisahan tersebut lahir dari kepedulian terhadap kondisi NU saat ini.
Lebih lanjut, Yenny mengungkapkan adanya informasi bahwa terdapat menteri yang bersikeras mendorong pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan tertentu. Bahkan, izin tersebut disebut diberikan kepada ormas yang berafiliasi dengan partai politik.
“Ada teman-teman wartawan yang mengatakan menteri itu memberikan izin tambang untuk ormas keagamaan yang berafiliasi dengan partainya. Ini berarti NU dipakai sebagai alat legitimasi saja. Itu yang menurut saya harus kita cermati,” kata dia.
Menutup pernyataannya, Yenny menegaskan agar NU tidak terjebak dalam kepentingan sempit semacam itu.
“NU jangan masuk ke jebakan semacam ini. NU besar. Tugas kita semua menjaganya, agar kita bisa menjaga Indonesia dan menjaga dunia,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















