Yenny Wahid menghadiri istighosah kubro warga Nahdliyin di Koja, Jakarta, Senin (20/8) kemarin.

Jakarta, Aktual.com – Putri dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid membantah klaim sepihak yang dilontarkan oleh Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) KH Ma’ruf Amin terkait posisi ormas Islam terbesar di Indonesia itu dalam Pilpres 2019.

Yenny menegaskan jika tak ada satupun pihak yang mengarahkan PBNU untuk berpolitik praktis. Ia mengatakan, warga Nahdliyin tidak akan memusatkan dukungannya pada salah satu partai atau satu pasangan calon (paslon) saja.

Ia menyebut, sepanjang penyelenggaraan Pilpres dalam era Reformasi, suara warga Nahdliyin selalu menyebar dan tidak memusat untuk salah satu calon saja.

“Dari dulu suara Nahdliyin tak pernah utuh hanya salah satu calon. Dari dahulu itu kita lihat sejarah NU saja, bahkan ketika salah satu tokoh NU ikut dalam kontestasi politik KH Hasyim Muzadi suara warga NU tidak bulat,” jelas Yenny saat menghadiri istighosah kubro warga Nahdliyin di Koja, Jakarta, Senin (20/8) kemarin.

Acara istighosah kubro digelar warga Nahdliyin Koja dalam memperingati Hut ke-73 RI. Acara sekaligus doa bersama 1001 Surat Al Fatihah untuk sang inspirator pendiri NU seperti KH Mohammad Kholil Bangkalan, KH Hasyim Asy’ari serta KHR As’ad Syamsul Arifin. Acara diselenggarakan sebagai peringatan bagi PBNU agar mengembalikan NU ke khittah 1926.

Sebagaimana diketahui, Rais Aam NU Ma’ruf Amin merupakan calon Wakil Presiden (Cawapres) yang mendampingi petahana Joko Widodo (Jokowi) dalam pesta demokrasi tahun depan.

Dalam acara Silaturahmi dan Madrasah Kader NU di Mekkah, Arab Saudi, Sabtu (18/8) lalu, Ma’ruf mengklaim bahwa PBNU akan mengerahkan semua warga Nahdliyin untuk memenangkan dirinya dan Jokowi.

Tidak hanya itu, klaim serupa juga dilontarkan oleh Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj di kantornya, 14 Agustus 2018.

Menurut Yenny, ucapan Amin dan Said sangatlah bertentangan dengan Khittah 1926 NU. Ia menegaskan, sikap keduanya tidaklah merepresentasikan sikap resmi NU secara organisasi, melainkan sikap pribadi saja yang mengatasnamakan NU.

Sikap dan tindakan politik warga Nahdliyin, kata Yenny, merupakan hak politik yang dimiliki oleh setiap warga negara. Artinya, secara organisasi, NU bukanlah organisasi politik, namun membebaskan setiap anggotanya untuk melakukan kegiatan politik secara individual.

Direktur Wahid Institute itu mengimbau NU kembali sesuai kepada khittahnya sebagai lembaga keumatan. Ini sudah menjadi keputusan bersama para pendiri NU serta para kiai.

“NU memang sudah seharusnya berjalan sesuai khittah,” kata Yenny.

Di luar itu, Yenny mengaku mendukung apapun keputusan Mahfud MD usai batal terpilih sebagai bakal pendamping Jokowi.

“Yang terbaik saja Pak Mahfud. Apapun keputusan Pak Mahfud kita hargai, dukung,” tegasnya.

Sementara itu, Ketum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Madura (Ikama) Muhammad Rawi mengingatkan, NU dibuat untuk menyatukan umat sehingga secara organisasi harus selalu netral dalam persaingan politik 2019.

“Ormas NU dulu didirikan oleh para kiai dan sesepuh bangsa untuk menyatukan umat, mengajak pada kebaikan dan kebenaran. Sama sekali bukan untuk tujuan politik praktis. Maka demikian pula sekarang, kembali ke khittah,” jelasnya.

Dia sengaja menyelenggarakan acara dengan tema ‘Kembalikan NU Ke Khittah 1926 Sebagai Payung Bangsa’ karena ingin mengembalikan NU sebagai pengayom dan pemersatu umat.

“Jangan terjebak pertarungan politik yang mengancam persatuan bangsa,” demikian Kiai Rawi.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan