Jakarta, Aktual.com – Pengacara publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Wahyu Nandang Herawan, menegaskan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang akan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta bertentangan dengan hukum yang ada.
Dalam hal ini Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT yang diketok tanggal 31 Mei 2016. Putusan memerintahkan agar pelaksanaan reklamasi di Pulau G ditunda sampai perkaranya berkekuatan hukum tetap atau ada penetapan lainnya yang mencabutnya.
“Kebijakan yang disampaikan Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menko Maritim itu sangat bertentangan dengan bertentangan dengan hukum yang ada. Putusan sudah ada, PTUN sudah ada, otomatis ketika putusan sudah ada itu harus dihormati,” tegas Nandang, di Kantor LBH Jakarta, Jumat (16/9).
Berbicara dalam konferensi pers tentang Somasi Terbuka untuk Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Nandang menyatakan semestinya Luhut menghormati Undang-Undang dan keputusan dari lembaga peradilan.
“Kementerian ini adalah penyelenggara negara, sebagai itikad baik sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat, (seharusnya) negara menghormati keputusan-keputusan yang ada,” jelasnya.
Pernyataan Luhut melanjutkan proyek reklamasi, lanjut Nandang, secara langsung juga membiaskan persoalan hukum yang terjadi dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Padahal permasalahan reklamasi sangat kompleks, belum lagi penolakan kontribusi pengembang hingga masalah suap-menyuap yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kebijakan ini membiaskan seolah-olah tidak ada masalah. Kemudian kemarin Pak luhut menyampaikan dia sudah mengkaji persoalan hukum, apakah pengkajian ini salah satu bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri,” kata dia.
YLBHI juga menyinggung kebijakan Kemenko Maritim yang bertentangan dengan kementerian-kementerian lainnya. Pihaknya menduga ada pihak pendorong dibalik pernyataan Luhut melanjutkan reklamasi.
“Ini ada dugaan ada hal tertentu sebagai pendorong kenapa kemudian Kementerian Maritim melakukan ini. Ada hal-hal tertentu yang mencurigakan,” sambung Nandang.
Terakhir, YLBHI menyoroti pernyataan Luhut bahwa keputusan melanjutkan reklamasi dilakukan tidak berdasarkan kepentingan politis melainkan kepentingan lain. Dan, dalam anggapan YLBHI Presiden Joko Widodo mengetahui persoalan kepentingan lain dimaksud.
Terlebih Luhut menyatakan adanya perintah dari Presiden Jokowi agar memprioritaskan nelayan di Teluk Jakarta. Karena itu pula Presiden perlu tampil dan menjelaskan posisinya terkait reklamasi. Dengan begitu ada kejelasan, apakah Presiden melaksanakan janji-janjinya yang dituangkan dalam sembilan program prioritas atau tidak.
“Kami mendesak agar Presiden Jokowi agar jelas. Presiden Jokowi dalam Nawacita-nya akan melakukan hal yang bermanfaat kepada nelayan dan tidak melanggar HAM. Ini (reklamasi) justru bertolak belakang dengan Nawacita,” demikian Nandang.
Laporan: Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby