Jakarta, Aktal.com – Revisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menjadi satu agenda pasti di DPR RI. Namun, revisi itu dinilai sebagai upaya untuk mengebiri kewenangan KPK secara kelembagaan.
Direktur Bantuan Hukum YLBHI, Julius Ibrani yang berpendapat seperti itu. Pasalnya, revisi tersebut justru memangkas kewenangan yang krusial bagi KPK.
“Saya mau kasih tiga penilaian. Revisi UU KPK selalu ahistoris, kedua berdasarkan itikad buruk dan ketiga untuk kebiri pemberantasan korupsi,” kata dia, di sebuah diskusi bertajuk ‘Senjakala KPK’, di Cikini, Jakarta, Sabtu (6/2).
Lantaran pendapat itu, tutur Julius, Presiden Joko Widodo bisa masuk dalam sejarah sebagai Presiden pertama yang mengebiri KPK. Itu menjadi preseden buruk tentunya bagi Jokowi.
“Jangan sampai Jokowi tercatat sejarah sebagai Presiden yang mengebiri KPK,” ujarnya.
Dalam revisi tersebut memang terdapat kewenangan spesial KPK yang coba untuk dirubah. Contoh, soal penyadapan. Menurut UU-nya sekarang, untuk melakukan penyadapan KPK tidak perlu meminta izin Pengadilan.
Nah, kewenangan itu menjadi satu poin yang bakal di revisi. Perubahannya, lembaga antirasuah harus meminta izin Pengadilan dulu sebelum melakukan penyadapan.
Satu contoh lagi mengenai ada pemberhentian kasus. Di UU KPK memang tidak mengenal adanya penghentian kasus. Maka dari itu, setiap pihak yang dijerat sebagai tersangka pasti dapat hukuman pidana.
Itu menjadi kewenangan khas milik KPK, yang memang coba dirubah oleh para penghuni gedung parlemen.
Artikel ini ditulis oleh: