Jakarta, aktual.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik produsen produk pangan dan minum yang terkadang memasang klaim tidak sesuai dengan komposisi bahan pembuat dan imbauan kesehatan yang ada di kemasan sehingga menjadi menyesatkan.

“Disebutkan ‘sugar free’ asumsinya bebas gula, tapi ternyata ada pemanis buatan. Jangan-jangan lebih baik ada gulanya dari pada pemanis buatan. Klaim di label dengan kontennya menjadi sangat menyesatkan,” ujar Ketua Harian YLKI Tulus Abadi dalam konferensi pers yang diadakan di kantor YLKI di Jakarta Selatan pada Jumat (11/10).

Produsen memang mencantumkan peringatan atau imbauan kesehatan terkait pemanis buatan di kemasan, katanya, tapi pada kenyataannya ditempatkan di posisi yang tidak strategis dan dengan tulisan yang terkadang terlalu kecil.

Fakta itu disimpulkan setelah YLKI mengadakan survei terhadap 90 responden yang dianggap rentan terhadap produk yang mengandung pemanis buatan, seperti ibu hamil, menyusui dan yang memiliki anak balita.

Dalam survei yang diadakan pada Maret-April 2019 di Jakarta Selatan itu, YLKI mendapatkan fakta 51 persen mengaku jarang membaca informasi label pangan produk yang mereka beli.

Jikapun mereka membaca, sekitar 47,8 persen responden hanya mencari soal varian rasa dan 36,7 persen memeriksa status halal produk tersebut.

Dari 10 opsi alasan membaca keterangan pada produk yang ada dalam kuisioner YLKI, alasan membaca untuk peringatan atau himbauan kesehatan sangat jarang dipilih, menurut survei YLKI.

Ketika mereka akhirnya membaca peringatan atau imbauan kesehatan, kebanyakan berpendapat bahwa tulisan dari 25 produk makanan dan minuman yang dijadikan sampel itu terlalu kecil, tercetak samar, dan letaknya tersembunyi.

“Bisa dikategorikan sebagai pelanggaran UU Perlindungan Konsumen karena salah satu hak konsumen mendapaktan informasi yang jelas dan jujur lewat label. Ketika lebel disembunyikan khususnya untuk peringatan kesehatan itu, ini semacan kesengajaan ataupun itikad tidak baik dari produsen,” kata Tulus.

Pemanis buatan adalah golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak memiliki kandungan gizi. Di Indonesia sendiri, ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan dipakai dalam industri pangan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat pemanis buatan yang memiliki dampak negatif seperti sakarin yang sudah dilarang di beberapa negara, namun masih diizinkan dipakai di Indonesia.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin