Pengamat Energi Yusri Usman, menjadi pembicara pada acara diskusi "Carut Marut Tata Kelola Migas dan Sumber Daya Mineral di Indonesia" di Warung Komodo, Jakarta, Sabtu (23/1/2016). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disinyalir kembali akan memberikan izin rekomendasi perpanjangan ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia.

Jakarta, Aktual.com — Keputusan PT Pertamina (Persero) melakukan akuisisi saham perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Prancis, Maurel et Prom yang dimiliki oleh Pacifico tidak bisa diterima dalam kajian bisnis, selain asetnya terletak di tiga negara, namun secara kalkulasi Pertamina akan mengalami ‘besar pasak daripada tiang’.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, sebelumnya dorongan akuisisi ini sudah pernah ditawarkan kepada Dirut Pertamina saat dijabat oleh Karen Agustiawan, namun ketika itu niat akuisisi tidak dilanjutkan karena dinilai tidak prospek. Anehnya Dwi Soetjipto selaku Dirut saat ini malah menjerumuskan bisnis Pertamina dalam ancaman kerugian.

“Saya sangat tidak paham dasar pemikiran Pertamina telah mengakuisisi saham Fasifico 24,53 persen senilai 201,2 juta euro atau setara Rp 29, 9 triliun. Ini sudah pernah ditawarkan pada periode Direksi Pertamina Karen Agustiawan dan tidak dilanjutkan karena tidak layak, anehnya kok sekarang dieksekusi, dan asetnya terletak di 3 negara dengan total produksi hanya 29.000 BOEPD dan total cadangan tebuktinya hanya sekitar 250 juta barel,” kata Yusri, Minggu (4/9).

Lebih lanjut kata Yusri, Kalaupun aksi korporasi itu diklaim oleh Pertamina sebagai upaya menjaga ketahanan energi nasional, yang menjadi pertanyaan mengapa Pertamina mengabaikan prospek produksi minyak jumbo di West Qurna 2 Irak? Lebih-lebih disebelahnya terdapat Pertamina EP Irak yang sudah punya saham 10 persen di West Qurna 1, dan produksinya-pun diolah di kilang Shell Singapore spt yang dirilis Direksi Pertamina pada 30 Agustus 2016.

Secara kalkulasi, 81 persen dari total produksi di 3 negara itu berupa minyak , 19 persen gas dan hasil perhari akan diperoleh oleh Pertamina dari bagi hasilnya sekitar 5000 BOEPD , maka Pertamina membutuhkan beberapa bulan baru bisa lifting minyak agar dibawa dengan VLCC sekitar 950.000 barel untuk efisien transportasinya.

Lebih parahnya, dalam kondisi yang tidak menguntungkan, malah Dwi Sutjipto berambisi menambah porsi saham sebesar 27 persen agar Pertamina bisa mayoritas 51 persen mengendalikan asetnya.

“Jangan lupa bahwa Maurel et Prom (MP) masih banyak juga melakukan aktifitas eksplorasi dengan resiko tinggi gagal , kalau ini terjadi maka jangan heran suatu saat saham Pertamina di MP akan tak bernilai , karena pada Juli 2016 sempat harga sahamnya dibawah 3 Euro dan disuspen oleh otoritas Bursa Saham Perancis , padahal Pertamina deal membeli diharga 4,2 Euro persaham , malah infonya pada saat itu ada salah satu anggota komisaris Pertamina tidak setuju,” pungkas Yusri.

(Dadang Syah)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid