Jakarta, Aktual.com – Persidangan perkara penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sidang ini mengagendakan pembacaan eksepsi atau keberatan oleh kuasa hukum Syaruddin yakni, Yusril Ihza Mahendra. Dia menyebut, tudingan jaksa penuntut umum soal adanya unsur kerugian negara adalah keliru. Hal itu bisa terlihat dari permintaan audit penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 14 April 2017 dan baru diselesaikan pada tanggal 25 Agustus 2017.
Upaya KPK itu, kata Yusril tidak sesuai aturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang antara lain menyatakan harus jelas pihak yang diperiksa atau diaudit. Pada laporan audit investigasi BPK menyimpulkan bahwa kerugian negara berdasarkan hasil penjualan piutang petani tambak yang diserahkan BPPN 2004 sebesar Rp 4,8 triliun.
Hanya sebesar Rp 220 miliar pada tahun 2007 oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) atas persetujuan Menteri Keuangan. Kerugian negara kemudian disebutkan Rp 4,58 atas hasil penjualan tersebut. Padahal tahun 2007 terdakwa sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua BPPN karena badan tersebut sudah dibubarkan pada tahun 2004.
“Karena itu tuduhan kepada klien kami salah alamat atau error in persona,” kata Yusril dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/5).