“Adapun mengenai utang Petambak sebesar Rp4,8T telah sepenuhnya diserahkan kepada Menteri Keuangan berdasarkan BAST Ketua BPPN dengan Menteri Keuangan pada tanggal 30 April 2004, sehingga tidak ada write-off dan tidak ada kerugian negara, Karena utang petambak sebesar Rp4,8T telah diterima oleh Menteri Keuangan,” kata dia melanjutkan.

“Client kami selaku mantan Ketua BPPN menganggap perlu untuk meluruskan informasi dan menyampaikan data-data yang benar, semata-mata dengan itikad baik agar mendapatkan pemahaman yang utuh serta dengan tetap menjunjung presumption of innocence,” kata dia.

Apabila seluruh data dan informasi yang telah di sampaikan di atas dapat diterima dan dijadikan acuan dalam proses penyelidikan KPK, Yusril meyakini bahwa sepenuhnya penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK tidak perlu terjadi. Terlebih, kliennya itu tidak layak menjadi tersangka dalam kasus ini, mengingat semua tindakan Syafruddin selaku Ketua BPPN telah sesuai dengan semua ketentuan Perundang-Undangan dan Kebijakan Pemerintah pada saat itu untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan (tidak ada unsur melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang).

Sebelumnya jaksa dari KPK mendakwa Syafruddin Tumenggung telah merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk BLBI.

Jaksa mendakwa Syafruddin sudah memperkaya pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim melalui penerbitan SKL untuk bank tersebut. Jaksa mendakwa Syafruddin melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).