Jumlah piutang sebesar Rp 4,8 triliun itu sebelumnya menjadi salah satu aset milik BDNI yang disita untuk membayar pinjaman dari BLBI.

Selain itu, Syafruddin didakwa telah melakukan misinterpretasi atas piutang tersebut.
Kesalahan yang dilakukan Sjamsul membuat seolah-olah piutang tersebut sebagai kredit lancar. Dalam Sidang Kabinet Terbatas (ratas) 11 Februari 2004 dengan Presiden Megawati Soekarnoputri, Syafrudin mengusulkan kemungkinan penghapusbukuan terhadap hutang Rp 2,8 triliun kredit macet tersebut.

Rapat tidak mencapai kesimpulan, namun selanjutnya Syafrudin membuat seolah-olah rapat menyetujui usulan tersebut.

Atas perbuatannya, Syafruddin Arsyad Temenggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Wisnu)