Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (10/12/2024). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Jakarta, aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Putusan ini didasarkan pada pandangan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menurut Yusril, penghapusan ambang batas itu memberi hak kepada setiap partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa syarat tersebut. “Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK merupakan putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (3/1).

Sebelumnya, Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon presiden dan wakil presiden didukung sekurang-kurangnya oleh 20 persen kursi di DPR atau minimal 25 persen suara sah nasional berdasarkan hasil pemilu lima tahun sebelumnya. Namun, Yusril menegaskan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah, wajib mematuhi putusan MK tanpa dapat mengajukan upaya hukum lain.

Ia juga mengungkapkan bahwa permohonan pengujian Pasal 222 UU Pemilu telah dilakukan lebih dari 30 kali sebelum akhirnya dikabulkan oleh MK. Pemerintah, lanjutnya, menyadari adanya perubahan sikap MK dalam menilai konstitusionalitas norma tersebut dibandingkan putusan-putusan sebelumnya.

Terlepas dari itu, Yusril menegaskan bahwa pemerintah menghormati keputusan MK dan tidak dalam posisi memberikan komentar hukum seperti yang mungkin dilakukan oleh akademisi atau aktivis. “MK berwenang menguji norma UU dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucapnya.

Lebih lanjut, Menko menjelaskan bahwa setelah adanya tiga putusan MK Nomor 87, 121, dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan presidential threshold, pemerintah akan membahas dampak keputusan tersebut terhadap pelaksanaan Pilpres 2029. Jika diperlukan, pemerintah akan bekerja sama dengan DPR untuk mengubah atau menambah norma dalam UU Pemilu.

“Semua stakeholders termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” tambah Yusril.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain