Jakarta, Aktual.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya bisa mencegah pemberian uang ke mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman. Namun sayang, upaya pencegahan ini tidak dilakukan oleh pihak KPK.
Penasihat hukum Irman, Yusril Ihza Mahendra pun menyayangkan keputusan lembaga pimpinan Agus Rahardjo Cs ini.
“Masih ada waktu untuk KPK untuk melakukan pencegahan,” sesal Yusril saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (15/11).
Padahal menurutnya, pihak KPK sudah mengintai dan menyadap pihak pemberi yakni Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto sejak 24 Juni 2016. Dimana dalam sadapannya, KPK sudah tahu rencana pemberian uang Irman.
Lebih jauh dijelaskan Yusril, dalam sidang praperadilan yang digelar beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terungkap bahwa Tim Satgas KPK sudah tiba di kediaman Irman pada Jumat, 16 September 2016, sekitar pukul 20.00 WIB. Irman sendiri baru sampai di rumah sekitar pukul 23.00 WIB. Sementara penangkapan terjadi sekitar pukul 00.30 WIB, 17 September 2016.
Di satu sisi, rencana penyerahan hadiah lewat sadapan sudah diketahui KPK sejak Jumat, 16 September 2016 sekitar pukul 13.00 WIB. Kata Yusril, ada fakta sekitar 10 jam bagi KPK untuk melakukan pencegahan.
“Fakta ini menjelaskan ada waktu sekitar 10 jam untuk melakukan pencegahan agar tidak terjadi penyerahan uang dari Xaveriandy dan Memi terhadap terdakwa,” ucap Yusril.
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dimanatkan pada lembaga anti rasuah ini untuk melakukan pencegahan.
Selain itu, menurut Yusril, seharusnya kliennya diberi kesempatan untuk mengembalikan uang Rp100 juta ke KPK, seperti yang diatur dalam Pasal 12c UU KPK. Dimana, disebutkan bahwa seorang penyelenggara negara wajib mengembalikan pemberian hadiah selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima.
“Fakta dan tidak ada itikad baik dari KPK, karena tidak diberikannya waktu untuk terdakwa menyikapi sesuai ketentuan hukum sesuai diatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Karena pada dasarnya, klaim Yusril, tidak ada niat klienya untuk menerima uang tersebut. Namun, di kemas sedemikian rupa oleh KPK seolah-olah menjadi operasi tangkap tangan (OTT).
Pemaparan ini menjadi menarik jika dibandingkan dengan kasus suap dua pejabat PT Brantas Abipraya (Persero), Dandung Pamularno dan Sudi Wantoko terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang.
Pasalnya saat OTT tersebut, Tim Satgas KPK tidak menunggu terjadinya penyerahan uang dari Sudi dan Dandung kepada Sudung. Pihak KPK justru melakukan OTT ketika uang tersebut masih berada di tangan seorang perantara yang bernama Marudut Pakpahan.
*M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh: