Jakarta, aktual.com – Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, yakin bahwa tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengolah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Presiden 2024. Yusril menyampaikan pandangannya sebagai respons terhadap laporan yang diajukan oleh Demas Brian Sicaksono, PH Hariyanto, dan Rumondang Damanik kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Yusril menyatakan bahwa para pelapor mendakwa bahwa Komisioner KPU membiarkan Gibran mengikuti proses pencalonan dengan mengesampingkan prinsip kepastian hukum. Dia menegaskan bahwa terlapor dianggap bertindak sewenang-wenang dengan menetapkan Gibran sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto, meskipun KPU mengetahui bahwa pada saat proses pencalonan, batas usia pasangan capres adalah 40 tahun.
Yusril menyebut bahwa para pelapor mengklaim KPU baru mengubah peraturan tersebut setelah selesainya proses pencalonan. Mereka berpendapat bahwa tindakan terlapor bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang diamanatkan oleh Pasal 11 huruf a dalam Peraturan DKPP No 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu.
“Persoalan mendasar untuk DKPP menilai ada tidaknya pelanggaran etik atas norma Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP tersebut adalah bagaimana menafsirkan kata ‘secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan’. Kalau ‘secara tegas’ ditafsirkan secara limitatif pada PKPU dalil tersebut seolah tampak benar adanya. Peraturan KPU secara tegas menyebutkan bahwa pendaftaran cawapres bisa diproses jika telah berusia 40 tahun ke atas. Jika proses tetap dilanjutkan, maka para komisioner bisa dikenakan sanksi hukum administrasi, di samping dijatuhi sanksi etik,” ucap Yusril dalam keterangan tertulis, Minggu (24/12).
Meskipun demikian, menurut Yusril, interpretasi terhadap implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dapat dibatasi hanya pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Dia menyatakan bahwa di atas PKPU, terdapat Peraturan Pemerintah (PP), Undang-Undang (UU), dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Yusril menyebutkan bahwa KPU telah memproses pencalonan Gibran berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2024 yang telah mengubah ketentuan Pasal 117 UU Pemilu. Dia menjelaskan bahwa usia calon presiden dan calon wakil presiden telah diartikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai dapat berusia di bawah 40 tahun jika calon tersebut pernah dan/atau sedang menjabat dalam jabatan yang dipilih melalui Pemilu, termasuk Pilkada.
“Putusan MK itu berdasarkan Pasan 24C UUD 45 yang menyatakan bahwa Putusan MK bersifat final dan berlaku serta merta sejak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Dengan adanya Putusan MK tersebut maka norma Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berubah sejak tanggal itu, tanpa harus menunggu Presiden dan DPR mengubah UU Pemilu,” ucapnya.
Menurut Yusril, KPU dianggap belum dapat merubah peraturannya sendiri karena terkendala oleh jadwal tahapan Pemilu yang harus diikuti. Selain itu, ia menyatakan bahwa perubahan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) memerlukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sementara pada waktu itu DPR sedang dalam masa reses.
“Dalam situasi seperti itu, KPU tidak punya pilihan kecuali melaksanakan Putusan MK dan mengabaikan PKPU yang dibuatnya sendiri. Putusan MK mempunyai kedudukan yang setara dengan UU, sehingga kedudukannya lebih tinggi dari PKPU,” ucapnya.
“Dalam konteks seperti itu, KPU memilih untuk memilih untuk menaati Putusan MK yang kedudukannya lebih tinggi dari PKPU. Kalau KPU menaati peraturannya sendiri (yang belum diubah) dan mengabaikan Putusan MK, malah KPU bertindak melanggar prinsip kepastian hukum sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2/2017 dan mengacaukan tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu. Tindakan demikian yang justru dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik dan bisa dijatuhi sanksi pemecatan oleh DKPP,” sambung Yusril.
Dengan pertimbangan tersebut, Yusril meyakini bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menolak laporan yang diajukan oleh Demas Brian Wicaksono, Imam Munandar, dan Rumondang Damanik karena dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak melibatkan pelanggaran etika. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengikuti proses pencalonan Gibran berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan hal tersebut sesuai dengan prinsip kepastian hukum.
“Seluruh komisioner KPU tidak melakukan pelanggaran etik apapun sebagaimana didalilkan oleh para Pelapor,” ucapnya.
Yusril juga menegaskan bahwa Tim Pembela Prahowo-Gibran tidak akan maju sebagai pihak dalam perkara etik yang sedang diperiksa DKPP itu. Dia mengatakan timnya hanya maju sebagai tergugat intervensi dalam gugatan di PN Jakpus.
“Kami maju sebagai Tergugat Intervensi dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perihal yang hampir sama dengan apa yang sedang diperiksa oleh DKPP,” ucapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain