Jakarta, Aktual.com – Sejak Kamis (30 /9) sore kemarin, para jamaah Zawiyah Ar Raudhoh yang beralamat di Tebet, Jakarta Selatan berangkat menuju Kota Malang guna memperingati haul yang ke 204 Imam Muhammad al Arabi Darqowi Qs. Sebelum ke tujuan akhir para jamaah singgah ziyaroh terlebih dahulu kebeberapa makam para wali di pulau Jawa. Sengaja tulisan ini dibuat dikarenakan banyak juga yang bertanya apa faedah dan guna berziarah tadi. Dan bagaimana jika ziarah ini jika bisa menyebabkan kesyirikan.

Ziyarah ke makam itu, utamanya makam para Aulia Allah SWT, sejatinya bukan hanya untuk mengingat kematian [ذكرالموت] tapi juga untuk mengingat tentang kehidupan dan bagaimana agar tetap hidup setelah kematian. Disamping itu mengingat orang soleh sendiri adalah bisa menurunkan rahmat (kitab minahu tsaniyah). Disamping itu kita juga tidak dilarang karena nabi sendiri telah membolehkan untuk berziarah kemakam makam orang yang telah meninggal dunia.

Kematian itu sendiri sesungguhnya hanyalah pintu gerbang menuju alam kehidupan yang hakiki, yang kekal dan abadi. Oleh karenanya, jangan takut mati. Sebaliknya, mesti cinta dan merindukan kematian. Oleh karena itu tidak salah jika ulama seperti, Hadrotus Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs menyampaikan, “Kita ini tidak saja harus berani mati tapi mesti juga berani hidup. “Apa maksudnya dan mengapa?

Kematian adalah awal kehidupan bagi manusia-manusia pilihan-NYA. Semua manusia ketika mati, ya mati. Kecuali mereka yang semasa dan ujung hidupnya di jalan Allah SWT mereka hidup di sisi-NYA, berdasarkan Qs Al Baqoroh 154:

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”

Kebanykan kita menafsir bahwa orang-orang yang mati di jalan Allah SWT itu adalah orang-orang yang gugur berjihad di medan peperangan. Oleh karena tafsir sempit seperti ini banyak yang tertarik untuk turun berjihad di medan-medan konflik. Dianggapnya inilah jalan jihad yang sesungguhnya.

Kalau merujuk pada Sabda Kanjeng Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, tentang makna jihad, maka medan jihad yang dimaksud bisa merupakan jihad paling kecil, hal ini berdasarkan:

رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر: جهاد النفس

Kata رجعنا dalam hadits ini, jelas Guru Sufi Agung Saefulloh Maslul Ra, menggunakan fi’il madhi, artinya, bentuk lampau, “Kita telah kembali”. Artinya, sejatinya sudah tidak ada lagi جهاد الاصغر, kasta terkecil jihad, yakni, pecahnya perang penuh tumpah darah. Dan kini saatnya kita sambut medan jihad maha besar, جهاد الاكبر, yaitu perjuangan menundukkan, melemahkan, mengalahkan hawa nafsu.

Para kekasih Allah SWT, para Ulama yang amilin , dan orang-orang sholeh –apapun profesi dan latar belakang pekerjaannya– adalah orang-orang yang semasa hidup dan ujung kehidupannya selalu bermujahadah fi sabilillah, mereka adalah para mujahid sekaligus syuhada di medan jihad akbar: melawan dan menundukkan hawa nafsu.

Mereka adalah orang-orang pilihan yang dikehendaki-Nya mampu mengalahkan hawa nafsunya bahkan membantu banyak orang untuk memiliki ketangguhan jiwa untuk menempuh hal yang sama. Oleh karenanya, mereka tidak mati tapi hidup, demikian, saat berziyarah ke makam mereka mohon dijaga tatakrama seperti laiknya bersilaturami ketempat orang yang masih hidup: mengucap salam lalu hadiahkan do’a dan kirimi ayat aat alquran di hadapan orang-orang yang dimuliakan Allah SWT, dengan berkah dan karomah mereka.

Ketika berziyarah sama halnya kita sedang bersilaturhim [صلةالروح الا رواح]: hormat dan hidmatlah sepanjang ziyarah di tanah peristirahatan terakhirnya. Senang mereka kita ” kunjungi”, memperkenalkan diri untuk dikenali mereka. Aruuhu juunudun mujannadah. (ruh itu ibarat seperti pasukan yang sedang berbaris)

Ini sangat penting, karena pada akhirnya kita juga akan berpindah alam juga seperti mereka. Saat waktunya kita berpindah, kita sudah tidak asing –dan tidak dianggap asing– oleh mereka, karena sejak sekarang kita sudah berkenalan, bahkan sudah akrab dengan mereka, yakni saat moment berziyarah dan tawassul kepada mereka. Kata para masyayeh seperti KH. Muhammad danial Nafis Mudir Jatman DKI Jakarta, seluruh nama-nama dan atau golongan itu yang kita sebut dalam tawassul saat ziarah itu, maka semuanya mereka akan hadir.”

Di samping itu semua, ziyarah adalah kesenangan para Guru Kekasih Allah SWT. Kita hanya ikut, agar terbawa.

Selamat menikmati rihlah ruhani ikhwah Zawiyah Ar Raudhoh. Sertakan namaku dalam doamu.

Akhukum fillah

(Ahmad Himawan)

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi