Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pudjo Nugroho dan Evy Susanti dihadirkan oleh jaksa KPK sebagai saksi dalam persidangan kasus suap kepada majelis hakim dan panitera PTUN Medan dengan terdakwa Tripeni Irianto Putro.

Jakarta, Aktual.com — Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho seakan tidak mau disalahkan atas penyelewengan dana Bansos milik Pemerintah Provinsi Sumut tahun anggaran 2012-2013. Dia berkilah bahwa pendistribusian dana Bansos merupakan kewenangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Melalui pengacaranya, Yanuar P Wasesa, Gatot mengatakan, keputusan pihak mana yang berhak menerima dana Bansos berada di tangan SKPD. Kata dia, SKPD merupakan verifikator, mereka lah yang menyeleksi pihak penerima Bansos.

“Pertama, dasar dari pemberian dana hibah Bansos pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, dan Permendagri Nomor, saya agak lupa, 39 Tahun 2012. Seluruh tugas dan kewenangan Gubernur dalalm urusan Bansos itu sudah diserahkan kepada SKPD. SKPD-SKPD terkait ini lah yang melakukan verifikasi terhadap para penerima Bansos,” papar Yanuar, di gedung KPK, Rabu (11/11).

Yanuar menjelaskan, sesuai dengan Permendagri seluruh tugas dan kewenangan Gubernur ihwal dana Bansos sudah diserahkan ke SKPD. Jadi, Gubernur tidak mungkin untuk mengecek seluruh calon penerima Bansos.

“Itu lah gunannya SKPD. SKPD-SKPD verifikator. Jadi nggak mungkin tugas seorang Gubernur harus satu satu verifikasi penerima dana Bansos yang jumlahnya ratusan itu. Dari sekian puluh Kabupaten atau kota di Sumatera Utara,” papar Yanuar.

Seperti diketahui, Gatot disangka oleh Kejaksaan Agung terlibat kasus dugaan korupsi penyaluran dana Bansos dan hibah tahun anggaran 2013. Namun demikian, Gatot sampai saat ini baru dijerat bersama Kepala Badan Kesbangpol Pemprov Sumut, Eddy Sofyan terkait dana hibah.

Dari hasil penyidikan diketahui bahwa Gatot dan Edy tidak melakukan verifikasi terhadap lembaga atau pihak-pihak penerima hibah. “Mereka tidak melakukan verifikasi terhadap para penerima hibah juga dalam penetapan SKPD yang mengelola,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Arminsyah.

Arminsyah menyebut, berdasarkan perhitungan sementara, negara diduga mengalami kerugian negara hingga Rp 2,2 miliar akibat kasus ini. Menurut Arminsyah, kerugian negara ini masih berkembang tergantung penyidikan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby