Ketua Komisi D DPRD DKI dari Fraksi Gerindra yang juga sebagai tersangka suap Muhammad Sanusi menuruni mobil tahanan untuk menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/4). Sanusi ditahan KPK setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap pembahasan dua Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan pulau-pulau Kecil provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Implementasi tambahan kontribusi, yang menjadi tanggung jawab pengembang dalam proyek reklamasi, seharusnya dilakukan setelah rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara disahkan.

Hal itu diakui oleh mantan Wakil Ketua Badan Legislasi Daerag (Balegda) DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, selaku pihak yang dulunya memiliki kewenangan untuk membahas segala aturan yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI.

“Secara prosedur harusnya Raperda jadi dulu yah (baru bayar kontribusi tambahan),” papar Sanusi, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (30/5).

Implementasi tambahan kontribusi ini memang sudah terjadi. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pun membenarkan, kalau PT Agung Podomoro Land telah membayar tambahan kontribusi itu.

“Agung Podomoro sudah serahkan berapa? Dia sudah serahkan pada kami Rp200-an miliar. Yang sudah dikerjain jalan inspeksi, rusun, tanggul, pompa, dia sudah kerjain,” tutur Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (13/5).

Pengakuan Ahok ini juga coba dikonfirmasi ke Sanusi. Tapi sayang, wakil rakyat yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD DKI ini mengaku tidak tahu.

“Saya tidak tahu soal barter,” singkat dia.

Ada empat pengembang yang bersepakat untuk membayarkan kontribusi tambahan kepada Pemprov DKI. Padahal, Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, yang mengikat kewajiban itu belum disahkan oleh DPRD DKI.

Keempat pengembang ini adalah PT Muara Wisesa Samudra dan PT Jaladri Kartika Pakci selaku anak perusahaan PT Agung Podomoro, PT Jakarta Propertindo serta PT Taman Harapan Indah. Para pengembang ini, yang kemudian mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi dari Ahok.

Kata Ahok, pembayaran tambahan kontribusi tambahan itu ada landasannya, yakni sebuah perjanjian. Awalnya, dia mengklaim kalau perjanjian itu dibuat dengan dibentengi oleh Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.

Namun, Ahok kembali merubah alasannya itu. Selanjutnya dia menyebut perjanjian itu buat dengan bersandar para Peraturan Gubenur tentang Koefisien Luas Bangunan. Tapi kemudian dia kembali merubah alasannya, dengan mengunakan Hak Diskresi dia selaku Kepala Daerah.

“Kaya perjanjian preman kaya gitu juga,” kata Ahok. Jadi begini, di situ ada Keppres menyebutkan, ada tiga sebetulnya. Jadi landasannya dari situ. Satu, ada tambahan kontribusi. Ada kewajiban, kalau kewajiban kan fasum fasos. Ada kontribusi lima persen. Di situ katakanlah ada kontribusi tambahan, tapi enggak jelas apa. Ya saya manfaatkan dong (untuk dibikinkan perjanjian sendiri),” tutur Ahok.

PT Muara Wisesa telah mendapatkan izin pelaksanaan untuk Pulau G pada 23 Desember 2014, PT Jakarta Propertindo untuk Pulau F dan PT Jaladri untuk Pulau I mendapatkan izin pelaksanaan pada 22 Oktober 2015, sedangkan PT Pembangunan Jaya untuk reklamasi Pulau K mendapatkan izin pelaksanaan pada 17 November 2015.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby