Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Penetapan Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
Langkah pemerintah ini ditempuh setelah adanya amandemen terhadap Hermonized System (HS) 2012 menjadi HS 2017 dan adanya revisi ASEAN Harmonised Tarif Nomenklatur (AHTN) 2012 menjadi AHTN 2017.
“Kebijakan baru ini, akan berlaku mulai 1 Maret 2017 nanti,” ujar Kepala Biro Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, di Jakarta, Selasa (31/1).
Wira menambahkan, dengan kebijakan baru ini, terdapat perubahan pos tarif dari 10 digit menjadi 8 digit. Ketentuan penggunaan pos tarif 8 digit ini berlaku untuk semua negara ASEAN dan tidak dimungkinkan adanya pembedaan pos tarif nasional.
Menurut dia, transposisi HS 2012 ke HS 2017 tersebut mengakibatkan perubahan beberapa pos tarif. Pemilihan besaran tarif untuk pos-pos tarif yang alami penggabungan dilakukan dengan memperhatikan nilai impor dan/atau kesesuaian definisi pos tarif yang bergabung pada HS 2017.
“Tapi penggabungan pos tarif ini berdasar usulan pembina sektor yaitu Kementerian Pertanian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perindustrian,” jelas dia.
Dalam konteks ini pemerintah masih melakukan pembahasan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017. Di situ disebutkan Menteri Perindustrian usulkan kenaikan tarif bea masuk produk hulu dan hilir melalui kenaikan 1.089 pos tarif (berdasar Surat Menperin no 430/M-IND/6/2016 tgl 21 Juni 2016).
“Tapi kemudian usulan tersebut direvisi menjadi 996 pos tarif Surat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin No 542/BPPI/10/2016,” tandasnya.
Usulan harmonisasi tarif bea masuk itu (kenaikan tarif 996 pos tarif) dari Kemenperin, harus diimbangi dengan beberapa perbaikan kinerja industri output, tenaga kerja, produktivitas, ekspor dan impor.
Namun, kata dia, Dari 996 pos tarif yang diusulkan naik, hanya terdafat 300 pos tarif dimana kenaikan tarif most favourable nations (MFN) berdampak positif terhadap output atau produktivitas.
“Kenaikan 300 pos tarif HS 2012 dan penggabungan pos taif dalam transposisi HS 2017 berdampak terhadap kenaikan rata-rata tarif BTKI 2017 menjadi 10,08% dibandingkan rata-rata tarif BTKI 2012 sebesar 8,81%,” ujarnya.
Tarif di atas, menurutnya, adalah tarif bea masuk MFN yang dikenakan untuk seluruh negara secara umum.
“Sementara bagi negara yang telah melakukan kerja sama perdagangan barang (FTA/PTA) dengan Indonesia berlaku tarif bea masuk preferensi yang pada umumnya lebih rendah dari tarif MFN,” pungkasnya.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka