Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution (Aktual/Ilst.Nelson)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution. Dia mengatakan pertemuan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Mereka yang meminta, Mudah-mudahan kalau bisa minggu ini,” kata Darmin usai menghadiri pembukaan rapat kerja Kemendag, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (27/1).

Namun Darmin mengaku belum tahu bahasan yang akan dibicarakan dari pihak Freeport, dia menduga pihak Freeport akan mengusulkan sesuatu secara spesifik.

“Belum tau, dia mungkin mau mengusulkan sesuatu,” terang Darmin.

Sebaiamana diketahui bahwa pihak Freeport telah mengirim surat penawaran Divestasi 10,64 persen Kepada Kementerian ESDM tertanggal Rabu, 13/1.

Dalam kalkulasinya, nilai 100 persen saham PT Freeport Indonesia diklaim mencapai USD16,2 atau setara Rp225,18 triliun dengan kurs Rp 13,900. Dengan demikian, harga dari 10,64 persen saham sebesar USD1,7 miliar atau setara dengan Rp23,63 triliun.

Executive Vice President Freeport Indonesia, Clementino Lamury telah menjelaskan metode perhitungan harga divestasi tersebut, berdasarkan perhitungan dengan memasukkan asumsi perpanjangan operasi yang akan didapat Freeport setelah 2021.

Selain itu, dia juga telah menghitung investasi yang telah dikeluarkan Freeport sebesar USD4,3 miliar untuk tambang bawah tanah (underground mining), serta rencana investasi yang akan dikeluarkan dari saat ini hingga berakhir kontrak pada 2021.

Namun hingga saat ini penawaran divestasi tersebut belum mendapat tanggapan dari pemerintah, pemerintah masih keberatan atas harga tersebut.

Apalagi Freeport McMoRan Inc, induk dari PT Freeport Indonesia, tengah mengalami kerugian yang sangat besar. Dalam situs resminya Freeport mencatatkan kerugian mencapai US$12,2 miliar di sepanjang tahun 2015. Kerugian ini membengkak 835% dari kerugian tahun 2014 sebesar US$1,3 miliar.

Selain itu Freeport juga mencatat kerugian operasional sepanjang 2015 sebesar US$13,4 miliar. Padahal, di tahun 2014, tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) tersebut masih mencatatkan pendapatan operasional sebesar US$97 miliar.

Secara keseluruhan, pendapatan Freeport juga merosot 26% dari US$21,4 miliar di 2014 menjadi hanya US$15,9 miliar di sepanjang 2015.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan