Jakarta, Aktual.com – Penjualan anak perusahaan Telkomsel yaitu Mitratel kepada investor secara Initial Public Offering (IPO) oleh Menteri BUMN Rini Soemarno bisa menjadi potensi upaya privatisasi.

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Rahmat Bagdja mengatakan upaya privatisasi Menteri BUMN semakin menjadi karena banyak piutang lancar BUMN yang dijual ke luar negeri dan perlahan menghancurkan BUMN sendiri.

“Berpotensi upaya privatisasi. Banyak BUMN yang piutangnya di jual ke luar negeri. Nah kemudian piutang ini menjadi milik luar negeri. Piutang itu yang bagus dan masih berjalan pembayarananya. Kalau seperti itu berarti yang hancur BUMN. Lama-lama kalau piutang sudah hancur ya di akuisisi lah sahamnya,” ujar Rahmat di Jakarta, Jumat (19/6) pagi. (Baca: Ini Soal Kedaulatan, Wajib Tindak Tegas Rini Soemarno!)

Selain itu, penjualan piutang tidak diperbolehkan karena bisa merugikan negara.

“Itu gak boleh, kalau piutang yang baik ngapain di jual. Kalau saya debitur yang baik kira-kira bank saya nyuruh saya ke bank lain nggak ? Nggak kan karena lancar. Yang untung siapa ? luar negeri,” katanya

Namun, lanjut Rahmat, karena perundang-undangannya belum ada maka Rini Soemarno secara cerdas memanfaatkan peluang tersebut. Sebab, akan sulit juga dijadikan sanksi hukum.

“Itu yang nggak ada di perundang-undangan. Ini yang dipikirkan jauh ke depan oleh Rini. Nggak boleh di jual, tapi ini dia mengerti bisnis plan dan proses yang ada di BUMN. Siapapun yang jual sulit di tarik ke ranah hukum karena memang tidak ada kebijakan yang melarangnya,” ungkapnya

Menurutnya, secara etis dalam proses dagang jual hutang piutang itu tidak ada masalah. “Tetapi secara etik kalau itu di jual ke luar negeri berarti investasi nggak masuk. Yang untung luar negeri kan,” cetusnya

“Ini pelan pelan mengahuncurkan BUMN. Bu Rini bisa kena tapi setelah tidak lagi menjadi menteri BUMN,” tandasnya

Sementara itu, Rahmat menambahkan penjualan piutang kancara baru terjadi dibawah kebijakan Rini Soemarno. Sedangkan, penjualan piutang ke luar negeri harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

“Bisa di katakan Menkeu tahu. Tapi kita tau lah siapa siapa menkeu-nya, Rini ini deket sama siapa, bisa dikte siapa,” katanya

Artikel ini ditulis oleh: