Menteri ESDM Sudirman Said berulang kali mengeluarkan pernyataan yang cukup kontroversial terkait ekonomi politik BBM. ‎ Yang pertama dia menyatakan bahwa subsidi BBM hanya membuat rakyat jadi malas. Yang kedua dia menyatakan bahwa pengalihan subsidi BBM dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Yang ketiga dia tidak akan membubarkan Petral.‎

Lingkar Studi Perjuangan (LSP) memiliki catatan kritis terhadap omongan Sudirman Said.‎ Dengan mengatakan bahwa subsidi BBM membuat rakyat jadi malas, Sudirman Said telah menyingkap tabir pemikirannya yang sangat kanan dan anti rakyat. Sekalian saja logika pemikiran kanan ini diteruskan, bahwa karena malas maka orang jadi miskin. ‎

‎Kesimpulannya, kalau subsidi BBM dicabut maka orang akan jadi kaya. Ini kan sangat menyesatkan. Karena kita tahu setiap kali BBM dinaikkan, lebih dari 100 juta rakyat miskin dan hampir miskin di Indonesia, yang berpenghasilan di bawah 2$/hari, akan terkena dampaknya. ‎

‎Jelas Sudirman tidak akan terlalu merasakan dampaknya karena bukan berasal dari lapisan masyarakat itu.‎

‎Yang kedua adalah pendapat Sudirman Said bahwa pencabutan subsidi BBM akan mensejahterakan rakyat. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, dengan pencabutan subsidi BBM nanti akan ada pertambahan penduduk miskin dari hampir miskin sebanyak lebih dari 10 juta jiwa.‎

‎Yang akan diuntungkan dengan liberalisasi sektor BBM ini adalah para korporasi migas asing yang memiliki bisnis pom bensin (SPBU) di Indonesia, seperti Total, Shell, dan lain-lain. Jadi akan lebih tepat bila dikatakan bahwa pencabutan subsidi BBM di Indonesia akan mensejahterakan para kapitalis asing yang jumlahnya kurang dari 0,1% penduduk dunia.‎

‎Yang terakhir adalah soal pernyataannya bahwa Petral tidak akan dibubarkan. Ini jelas pemikiran yang tidak mewakili kebanyakan rakyat Indonesia yang ingin memberantas mafia minyak. Semua tahu bahwa keberadaan para trader ini hanya menguntungkan segelintir orang superkaya di Indonesia yang mendapatkan fee sebesar 2$ per barrel impor BBM perhari, atau sama saja dengan Rp10 triliun pertahun. ‎

‎Kita juga tahu bahwa Sudirman sebenarnya adalah antek dari Kuntoro Mangkusubroto yang sangat dekat dengan mafia minyak. Di mana Kuntoro pernah tercatat sebagai komisaris dari perusahaan pengapalan milik sang mafia.‎

‎Oleh Gede Sandra, peneliti LSP