Jakarta, Aktual.co – Sambutan ratusan ribu rakyat jelata yang memadati jalanan sepanjang Senayan hingga depan Istana Merdeka adalah bukti bahwa rakyat berharap banyak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Maka, Jokowi harus membalas kepercayaan itu. Caranya, Kabinet Jokowi mendatang pro terhadap peri kehidupan rakyat, bukan terhadap pasar.

‎Demikian disampaikan peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra kepada Aktual.co, Selasa (21/10).‎

‎”‘Pasar’ sebenarnya hanya diisi oleh segelintir elit pemilik modal yang jumlahnya kurang dari 1 persen dari keseluruhan rakyat ini (namun menguasai 50 persen kekayaan dunia- Credit Suisse 2014) tidak akan sanggup menggerakkan kekuatan massa yang sangat besar dan tulus seperti fenomena Senin siang (20/10) di Jakarta,” kata peraih Magister Ekonomi UI ini.

‎”Bandingkan saja dengan SBY yang pro pasar sepanjang 10 tahun pemerintahannya, hanya ratusan murid sekolah saja yang berdiri melepasnya (dari jabatan Presiden) di sepanjang Cibubur hingga Cikeas, Senin sore (20/10). Itupun terkesan sekali bahwa ada semacam mobilisasi paksa terhadap para murid sekolah ini, sangat tidak natural,” sambungnya. 

‎Oleh karena itu, sambung Gede, jangan sampai kelak Jokowi di ujung pemerintahannya juga mengalami nasib semacam SBY, ditinggalkan rakyat. Jokowi akan ditinggalkan rakyat jika akhirnya mengikuti jalan SBY, mengambil arah ekonomi pasar.‎Perlu diketahui nama-nama yang disebut menganut pasar bebas tadi, seperti Sri Mulyani, Chatib Basri, Kuntoro Mangkusubroto dan Darmin Nasution‎, ternyata juga memiliki masalah dalam integritasnya saat menjabat. 

‎”Sri Mulyani disebut bermasalah dalam hal skandal pajak Paulus Tumewu (Bos Ramayana Group) yang merugikan Negara ratusan milyar rupiah dan Skandal Century yang merugikan Negara triliunan rupiah,” sambungnya. 

‎Sementara itu, Darmin Nasution bermasalah dalam hal kasus pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang melibatkan Gayus Tambunan, skandal pajak Paulus Tumewu (Bos Ramayana Group) yang merugikan Negara ratusan milyar rupiah, dan hilangnya potensi penerimaan pajak sebesar Rp 64 trilyun sepanjang tahun 2006-2007 (berdasarkan data Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Sasmito Hadinegoro). 

‎Sedangkan Kuntoro Mangkusubroto bermasalah dalam hal digadainya kedaulatan pembuatan draft UU Migas kepada USAID demi hibah 20 juta dollar AS pada tahun 1999.