Aktual.co —

Masjid Menara Kudus bukan sekadar tempat beribadah. Masjid inimenjadi pusat penyebaran Islam di Jawa Tengah lebih tepatnya Kudus dansekitarnya. Arsitekturnya memadukan nilai akulturasi Hindu, Islam, Jawa, danChina. Di sinilah geliat ekonomi dan pluralisme di Kudus bermula. Tidak heran,peneliti dari Barat menyebutnya sebagai ”Jerusalem” di Jawa.

SunanKudus atau Djafar Shodiq mampu  beradaptasi dan mengajarkan Islam di tengah masyarakat  Hindu dan Budha yang taat. Pencampuran budayaHindu dan Budha juga mewarnai arsitektur Masjid Menara Kudus, salah satunyadapat kita lihat pada Menara Masjid di sisi timur yang bercorak HinduMajapahit.

Gapura dan bangunan menara masjid dibangun dari tumpukan batumerah setinggi 18 meter. Seluruh bangunan menggambarkan perpaduan budaya Jawadan Hindu. Kaki dan badan menara dibangun dandiukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihatpada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknikkonstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian atap menara yangberbentuk limas dengan empat batang saka guru yang menopang.

Padabagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional diJawa. Pada awalnya menara kudus berfungsi sebagai tempat mengumandangkan Adzan,namun seiring berjalannya waktu Menara Kudus kini di jadikan cagar budaya yangharus dijaga keberadaanya. 

Di komplek Masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yangberjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca Kerbau Gumirang.Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Budha, yakni ‘DelapanJalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga.