Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan sambutan ketika pembukaan pembekalan calon legislatif (caleg) DPR gelombang III di Kantor PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis (15/11/2018). Megawati Soekarnoputri membuka pembekalan caleg gelombang terakhir yang diikuti ratusan kader serta menutup kader fungsional yang bertugas di kantor-kantor PDIP. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri mengungkapkan keinginannya untuk pensiun dari dunia politik.

Mega menilai, dengan usia yang mencapai 71 tahun, harus ada tokoh baru yang meneruskan tampuk kepemimpinannnya sebagai orang nomor satu di PDIP.

Mengenai usianya, Mega sempat berseloroh dengan dengan membalikkan susunan angka dan menyebut +17.

“Saya sudah sekian lama berharap diganti, karena umur saya yang sudah +17 (71 tahun),” ujar Mega dalam pembekalan caleg di DPP PDIP, Jakarta, Kamis (15/11).

Presiden ke-5 RI ini tak menyangka, dalam usia yang terbilang uzur, dirinya masih dipercaya memegang jabatan dalam pemerintahan, yaitu sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BIPP).

“Padahal umur saja sudah 71 tapi malah ditambahi tugas ideologi Pancasila,” katanya.

Ia pun mengklaim jika dirinya adalah tokoh yang paling lama menjabat sebagai ketua umum partai politik di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Mega memang menjabat Ketum PDIP sejak partai itu berdiri pada 10 Januari 1999.

“Memang kalau dilihat perjalanan politik sudah cukup lama, saya ketum parpol paling senior karena sekian lama belum diganti-ganti. Padahal sudah berharap diganti,” ungkapnya.

Selain itu Megawati juga menyoroti kurangnya perempuan di kancah perpolitikan di Indonesia. Sehingga Megawati merasa kesepian karena sangat kurangnya perempuan yang ingin berpolitik.

“Jadi saya makin hari makin kesel pada diri saya sendiri, mengapa mereka tidak mau menjadi tokoh politik seperti saya,” pungkasnya.

Sekadar informasi, Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.

Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.

Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Bahkan Mega makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan.

Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terpisah menjadi PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan