Jakarta, Aktual.co — Dalam sejarah, bulan muharram memiliki tradisi panjang sebagai salah satu bulan suci. Selain sebagai pertanda pergantian tahun pada sistem kalender islam atau hijriah, ada berbagai kejadian penting di bulan muharram. Pada hari asyura Allah telah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan tentara Fir’aun di laut merah, oleh sebab itu Nabi Musa berpuasa sebagai wujud syukur kepada Allah SWT. Sebab sejarah itulah Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada umatnya untuk berpuasa asyura pada hari ke 9 dan ke 10 di bulan muharram. Pemindahan arah kiblat dari Yerusalem ke Mekkah terjadi pada 16 muharram, wafatnya Imam Hussein yang merupakan cucu Nabi Muhammad SAW juga terjadi pada tanggal 10 muharam. 
Yahudi juga sangat mensucikan bulan muharram atau asyura, pada hari ke 10 di bulan asyura penganut yahudi menyebutnya sebagai hari Yom Kippur atau hari penebusan dosa. Pada hari yang sakral ini penganut yahudi akan bersembahyang dan berpuasa untuk menghapus dosa-dosa selama setahun yang lewat.
Dalam tradisi Jawa 1 suro atau 1 muharam merupakan hari yang sangat sakral. Sebagai tahun baru jawa tidak diperingati dengan hura-hura atau pesta kembang api, melainkan dengan tafakur, tirakat, merenung dan introspeksi diri selama setahun kebelakang. Sultan Agung merupakan tokoh yang mengubah kalender jawa, dari penanggalan saka ke penanggalan hijriah dan menetapkan 1 suro berbarengan dengan 1 muharam sebagai tahun baru jawa.
Untuk mengenang wafatnya Hussein bin Ali bin Abu Thalib, masyarakat Bengkulu melakukan upacara tradisional yang sering disebut perayaan tabot. Tabot berasal dari bahasa arab tabut yang secara harfiah berarti kotak kayu. Pada awalnya inti dari perayaan tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin syiah dan kaumnya untuk mengumpulkan potongan tubuh Hussein dan memakamkanya di padang karbala. Budaya tabot masuk ke Bengkulu dibawa oleh para pekerja pembuat benteng Malborought yang didatangkan Inggris dari India Selatan.