Bogor, Aktual.com – Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengemukakan ada sebanyak 336 orang tenaga kesehatan (nakes) setempat terpapar positif  COVID-19 dan kondisinya masih sakit, sehingga Pemerintah Kota Bogor menutup sementara delapan fasilitas kesehatan (faskes) yang tenaga kesehatannya belum pulih.

“Saat ini ada sebanyak 336 orang nakes di Kota Bogor terpapar positif COVID-19 dan kondisnya masih sakit,” katanya saat mengunjungi Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) Kota Bogor, Jawa Barat, Ahad (27/6).

Ia menjelaskan dari 336 orang nakes yang positif COVID-19, paling banyak adalah nakes di RSMM. “Banyaknya nakes yang terpapar COVID-19 membuat penanganan pasien COVID-19 jadi agak menurun. Pada pada pekan ini penyebaran kasus COVID-19 meningkat sampai mencapai 78 persen,” katanya.

Kondisi ini, kata dia, menjadikan kasus COVID-19 di Kota Bogor situasinya semakin mengkhawatirkan. Apalagi, tingkat keterisian tempat tidur (BOR) untuk pasien positif COVID-19 di 21 rumah sakit rujukan di Kota Bogor sudah terisi hampir penuh.

Bahkan, di RSUD Kota Bogor yang menyediakan 120 tempat tidur untuk pasien COVID-19, sudah terisi penuh 100 persen. “Situasinya saat ini, sudah nyaris melampaui batas kita semua untuk menanganinya,” katanya.

Ia menambahkan persentase peningkatan kasus COVID-19 di Kota Bogor pada pekan ini mencapai 78 persen, dan angka kematian kasus COVID-19 pada pekan ini mencapai 125 persen. “Angka-angka ini sudah sangat mengkhawatirkan,” katanya.

Menurut dia, untuk mengatasi situasi yang mengkhawatirkan saat ini adalah harus mengambil langkah kebijakan yang lebuh tegas dan ketat di tingkat lebih makro. “Jika tidak segera dilakukan kebijakan lebih ketat, maka korban akan semakin banyak,” katanya.

Pemerintah Kota Bogor, kata dia, sudah melakukan langkah-langkah strategis, misalnya menambah jumlah tempat tidur disetiap rumah sakit rujukan di Kota Bogor minimal 30 persen dari jumlah tempat tidur, tapi jumlah kasus positif COVID-19 tetap meningkat.

Ia menegaskan perlu diberlakukan kebijakan yang lebih ketat dan tegas dalam skala lebih makro, agar pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro (PPKM Mikro) di tingkat RW dan RT bisa tetap berjalan efektif.

“Tanpa ada pembatasan yang ketat dalam skala lebih makro, maka PPKM Mikro tidak akan efektif. Persoalannya, pemerintah daerah memiliki keterbatasan kewenangan untuk melakukan langkah lebih tegas,” demikian pungkas Bima Arya Sugiarto. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin