Balai Penegakan Hukum Kehutanan (GAKKUMHUT) Wilayah Sulawesi Seksi Wilayah II Palu, melakukan kegiatan operasi dalam rangka penyelamatan kawasan hutan dari aktivitas tambang ilegal. Foto: Ist

Jakarta, Aktual.com – Sebanyak 890 perusahaan yang berdiri dan beroperasi di kawasan hutan tidak memiliki izin di bidang kehutanan. Ratusan perusahaan itu bergerak di perkebunan kepala sawit, tambang nikel, batu bara, emas, tambak, perkebunan, lahan garapan, dan lainnya.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap XI

Surat Keputusan yang ditetapkan 7 Maret 2023 dan ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Siti Nurbaya ini mencatumkan 890 perusahaan yang tersebar mulai dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimatan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.

Ratusan perusahaan tersebut beroperasi di kawasan hutan produksi (HP), hutan produksi tetap (HPT), hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan hutan lindung (HL).

Karena tidak memiliki izin kehutanan, sesuai Undang Undang Cipta Kerja, ratusan perusahan itu dikenakan sanksi Pasal 110 A, dan Pasal 110 B. Bagi perusahaan yang dikenakan sanksi Pasal 110 A, maka perusahaan harus menyelesaikan kewajiban kehutanan (izin pinjam pakai kawasan hutan/IPPKH atau persetujuan penggunaan kawasan hutan) dalam waktu yang ditentukan.

Jika gagal menyelesaikan, maka dikenai sanksi administratif, seperti penghentian sementara kegiatan, pembayaran denda sesuai luas dan jenis kawasan hutan, pencabutan izin usaha, dan dilarang melanjutkan usaha meski telah berjalan lama.

Adapun bagi perusahaan yang dikenakan sanksi Pasal 110 B, perusahaan bersangkutan harus mengajukan permohonan penggunaan kawasan hutan secara administratif, membayar denda tergantung luas, jenis hutan, dan jangka waktu. Jika tidak dipenuhi, perusahaan bisa ditutup atau dilikuidasi, bahkan lahan yang dikelola bisa dikembalikan ke negara.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi