Jakarta, Aktual.co — Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang besar dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui berbagai upaya dan kebijakan yang dilakukan.

“Diantaranya melalui berbagai regulasi dan kebijakan yang telah diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir, untuk mengantisipasi dan mencegah penyebarluasan dari TPPO,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise di Jakarta, Rabu (29/4).

Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang telah dilengkapi dengan beberapa peraturan turunannya, secara jelas telah mengatur mekanisme terhadap pencegahan dan penanganan terhadap masyarakat dari kejahatan perdagangan orang.

“Lahirnya Undang-Undang Pemberantasan TPPO diharapkan membawa harapan baru, sekaligus menjadi tantangan bagi para Aparat Penegak Hukum (APH) termasuk para pemerhati terjadinya tindak pidana perdagangan orang,” katanya.

Dia berharap pihak terkait dapat memperhatikan dan mempelajari unsur-unsur dan sistem perlindungan hukum, khususnya bagi saksi dan korban dalam tindak pidana perdagangan orang.

“Meskipun telah diterbitkan UU Nomor 21 Tahun 2007 yang bersifat Lex Specialis, faktanya kasus perdagangan orang seperti fenomena gunung es dan sulit ditegakkan di Indonesia,” katanya.

Hal itu, kata dia, disebabkan oleh beberapa faktor.

Salah satunya, UU Pemberantasan TPPO memiliki konsekuensi yuridis yang luas atau memiliki korelasi dengan banyak undang-undang lainnya.

Diantaranya Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Imigrasi, KUHP, Undang-Undang Perlidungan TKI, Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Sistem Administrasi dan Kependudukan dan lain sebagainya.

“Kedua, pemahaman yang bervariasi dalam penyelesaian kasus-kasus hukum yang terkait dengan perdagangan orang,” katanya.

Dia mencontohkan, ketika kejadian terjadi antar wilayah, persoalan tempat (locus) kejadian seringkali menjadi hambatan.

“Sedangkan ketika peristiwa dalam satu wilayah dianggap tidak ada perpindahan padahal ada perpindahan dan transportasi. Sehingga pelaku tidak terlibat dalam seluruh proses perdagangan yaitu merekrut, memindahkan, menampung dan menerima,” katanya.

Hal itu, kata dia, berakibat agenda penanganan sangat ditujukan kepada para aparat penegak hukum dan instansi terkait, sehingga diharapkan secara komprehensif dan integral dalam mencegah dan melindungi kejahatan perdagangan orang.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid