Palembang, Aktual.com – Jumlah penderita thalassemia di Sumatera Selatan terus meningkat setiap tahun, akibat belum pedulinya masyarakat terhadap upaya pemutusan mata rantai penyakit keturunan tersebut.

Sekretaris Persatuan Orang Tua Penderita Penyakit Thalassemia Indonesia, Nurbaiti di Palembang, Rabu (12/8), mengatakan, data terakhir per 31 Juli 2013 menunjukkan terdapat 192 orang yang terdata secara periodik menjalani proses transfusi darah untuk tetap menjaga jumlah hemoglobin dalam darah.

“Saat ini sebaran penyakit thalassemia ini semakin meluas atau tidak hanya dikonsentrasi di Palembang. Kini, ada juga penderita dari Baturaja, Lubuklinggau, Sekayu,” kata dia.

Ia menambahkan, dari 192 orang tersebut terdata antara lain berusia 1-5 tahun sebanyak 4 orang, usia 5-13 tahun 87 orang, usia 13-18 tahun 23 orang dan usia dewasa 8 orang. Sementara untuk perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yakni 60 persen per 40 persen.

Ia mengemukakan, pada beberapa dekade lalu, penyakit ini belum begitu dikenali masyarakat meski sudah dapat dideteksi dari tampilan fisik, seperti perut buncit, kulit pucat, kulit kehitaman dan mata kekuningan, dan anak dengan raut muka serupa.

Tapi seiring dengan peningkatan wawasan masyarakat maka penderita thalassemia sudah dapat disadari dari awal yakni sejak bayi karena beragam kejanggalan yang terjadi.

“Biasanya, kondisi yang janggal itu membawa orangtua untuk memeriksakan ke dokter, dan benar saja ternyata anaknya menderita thalassemia. Setelah mengetahui, apakah anaknya menderita thalassemia mayor atau minor melalui tes darah maka barulah dapat dilakukan upaya pemutusan mata rantai,” ujar dia.

Pemutusan mata rantai ini dengan cara mencegah perkawinan antarpembawa sifat karena akan melahirkan keturunan thalassemia mayor (harus transfusi secara periodik), sementara perkawinan pembawa sifat (minor) thalassemia dan thalassemia mayor akan menghasilkan keturunan 50:50 yakni 50 persen penderita dan 50 persen bukan penderita.

“Di sinilah pentingnya mengetes darah sebelum menikah. Tapi disayangkan, masyarakat belum terbiasa melakukannya padahal ini cara memutus rantai penyakit thalassemia,” kata dia.

Padahal biaya untuk bertahan hidup bagi penderita thalassemia ini tidak murah karena harus menjalani transfusi darah secara periodik untuk menjaga jumlah hemoglobin di angka 12.

“Memang saat ini pemerintah telah memfasilitasi melalui BPJS dan organisasi POTPTI dalam menggratiskan biaya transfusi darah bagi penderita, tapi tetap saja lebih baik mencegah karena penderita sangat tergantung dengan transfusi darah. Jadi bagi yang sudah terdeteksi sebagai pembawa sifat harus berhati-hati, akan lebih baik memeriksakan darah calon pasangannya,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh: