Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut dugaan korupsi pembelian hak tagih (Cessie) Bank BTN terhadap Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang diduga melibatkan perusahaan asing Victoria Securities International Corporation (VSIC).

Kali ini, penyidik pidana khusus sedang mendalami dugaan keterlibatan BPPN selaku Pemerintah yang berperan sebagai penyelenggara lelang aset negara di rezim Presiden Megawati Soekarnoputri kala itu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana mengatakan, bahwa penyidik ‘gedung bundar’ tersebut akan mendatangkan tenaga ahli untuk meminta keterangan serta pandangan kasus yang terjadi pada tahun 2003 lalu.

“Pekan depan (penyidik Pidsus) akan memeriksa ahli,” kata Tony kepada Aktual.com, hari ini, Minggu (30/8).

Ahli tersebut, lanjut ia, berasal dari pakar perbankan dan keuangan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan dalam mekanisme lelang jual beli aset.

“Ahli perbankan dan keuangan, yang menguasasi betul permasalahan BPPN dan masalah cessie,” ujar Jaksa yang telah dipromosikan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Yogyakarta tersebut.

Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika PT Adyaesta Ciptatama (AC) meminjam Rp425 Miliar kepada BTN untuk membangun perumahan dengan jaminan lahan di Karawang seluas 1200 hektar, akhir tahun 1990 silam.

Krisis moneter terjadi di tahun 1998, dimana BTN masuk dalam program penyehatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Aset-aset yang tertunggak dilelang BPPN tahun 2003, dalam upaya mengembalilkan dana penyehatan yang dikeluarkan oleh negara.

Dalam lelang aset di BPPN diikuti tiga peserta, yaitu PT VSIC, PT First Kapital dan PT Adiaesta Ciptatama. Kemudian, PT First Kapital memenangkan lelang tersebut dengan harga senilai Rp69 miliar yang diberikan oleh BPPN. Namun demikian, perusahaan tersebut membatalkan statusnya sebagai pemenang lantaran ada aset yang bermasalah.

“PT First Kapital menang tetapi kemudian dia mengundurkan diri. Alasananya, ketika itu First Kapital tidak menemukan sertifikat aslinya untuk satu SHGB. Kemudian dari dasar itu, ia membatalkan hasil lelang itu,” kata Kasubdit Penyidikan pada JAM Pidsus Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, Kamis (27/8) lalu.

Pembatalan pembelian aset BPPN oleh First Capital bukan tanpa sebab. Direktur anak perusahaan PT Adiaesta Grup (AG) Johnny Wijaya itu diduga telah mengelabui BPN Karawang dan menggelapkan tanah jaminan di SHGB 1, seluas 300 hektar.

BPPN kemudian kembali menggelar lelang lanjutan dan dimenangkan PT VSIC, dengan harga Rp32 miliar. Turin menegaskan perubahan harga dari Rp69 miliar menjadi Rp32 miliar adalah fokus tim penyidik.

“Itulah yang sedang kita dalami kenapa angka 69 miliar itu bisa jatuh di Rp32 miliar,” ujar Turin.

Artikel ini ditulis oleh: