Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio (kedua kiri) didampingi Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Hamdi Hassyarbaini, serta Direktur Pengembangan BEI, Hosea Nicky Hogan saat memberikan penjelasan pada jumpa pers di Galeri BEI, Jakarta, Kamis (27/8). Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan ada 14.000 transaksi kena batas bawah auto rejection. Enam Anggota Bursa (AB) dicurigai lakukan short selling. Tito mengaku tak habis pikir ada sejumlah perusahaan raksasa yang mengeruk begitu banyak sumber daya alam di Indonesia tapi mencatatkan sahamnya di luar negeri. AKTUAL/EKO S HILMAN

Palembang, Aktual.com — Kondisi perekonomian Indonesia yang sedang lesu dengan ditandai menurunnya harga saham justru menjadi saat yang tepat untuk berinvestasi di pasar modal, kata pejabat Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia Sumatera Selatan Early Saputra.

“Saat ini justru sangat tepat untuk berinvestasi di pasar modal, baik bagi kalangan pemula atau orang yang sudah memiliki akun (investor) karena kemampuan keuangan suatu perusahaan akan terlihat dengan jelas di saat kondisi ekonomi memburuk,” kata Early di Palembang, Minggu (30/8).

Ia melanjutkan, bagi perusahaan yang harga sahamnya terus turun maka menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu menghadapi hantaman gejolak ekonomi.

Tapi, sebaliknya jika ada perusahaan yang tetap bertahan atau harga sahamnya justru naik maka sejatinya perusahaan itu benar-benar sehat.

“Jadi saat seperti ini, investor pasar modal mendapatkan informasi yang lebih akurat lagi, tidak sebatas membaca laporan keuangan dan profil perusahaan tapi dapat langsung mengamati dari pergerakan harga sahamnya,” kata dia.

Ia mengemukakan, cara berinvestasi seperti ini diterapkan Warren Buffet yang menjadi salah satu investor pasar modal tersukses di Amerika Serikat yang pernah tercatat sebagai pengusaha terkaya di negara adidaya tersebut.

“Warren berkata, saat terbaik berinvestasi ketika ada darah di jalan (demontrasi, kerusuhan). Karena saat itu, saham jatuh sehingga sangat murah sekali, nanti setelah sepuluh tahun barulah menjadi kaya raya,” kata dia.

Namun, mengedukasi masyarakat untuk berinvestasi dengan cara cedas ala Warren ini bukan perkara mudah mengingat ketika situasi krisis justru membuat masyarakat takut berinvestasi.

“Pengaruh psikologisnya besar sekali sehingga masyarakat lebih suka menyimpan uang dan pengusaha akan memilih ‘wait and see’ begitulah yang lumrah terjadi,” ujar dia.

Menurutnya, kondisi itu terlihat jelas pada saat ini karena terjadi penurunan transaksi pasar modal untuk investor asal Sumsel yang berjumlah total 6.000-9.000 orang.

“Pada 27 Agustus tercatat nilai transaksi mencapai sekitar Rp32 miliar, pada pada 29 Agustus berada dikisaran Rp30 miliar. Artinya, sudah ada gejolak meski belum begitu besar, ke depan BEI akan lebih gencar lagi mengedukasi masyarakat mengenai cara cedas berinvestasi di pasar modal,” kata dia.

Bursa Efek Indonesia membuka kantor perwakilan di Palembang sejak awal Agustus 2015 untuk meningkatkan penetrasi pasar modal di daerah luar Jakarta.

Pada tahun ini, BEI menargetkan penambahan jumlah investor menjadi 10.000 pemilik akun.

Artikel ini ditulis oleh: