Jakarta, Aktual.com — KH Kholil lahir pada 2 Januari 1820 Masehi, Bangkalan, Madura. Nama Muhammad Kholil lebih terkenal dengan nama Mbah Kholil. Semasa kecil, Mbah Kholil dididik oleh sang Ayah secara ketat dalam hal agama.
Ia menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu pengetahuan, terutama ilmu Fiqih dan Nahwu. Sejak kecil beliau merupakan sosok yang sangat luar biasa. Bahkan, ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu, red) sejak usia muda.
Untuk memenuhi harapan dan juga kehausannya tentang ilmu Fiqih dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Mbah Kholil kecil mengirimnya ke berbagai Pesantren untuk menimba ilmu.
Pada tahun 1850, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Banyak Pesantren yang sudah ia masuki dan belajar di dalamnya seperti pesantren Cangaan, Bangil kemudian Pesantren Keboncandi.
Sewaktu menjadi Santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). Disamping itu, beliau juga seorang Hafidz Al Quran. Beliau mampu membaca Al Quran dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca Al Quran).
Pada tahun 1859 Masehi, Mbah Kholil berangkat ke Mekah untuk menimba ilmu bersama Syeikh Nawawi Al-Bantani, guru Ulama Indonesia dari Banten. Adapun guru-guru yang mengajarinya selama di Mekah adalah Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani.
Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi Al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail Al-Bimawi (Bima, Sumbawa).
Mbah Kholil cukup lama belajar di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Mekah. Sepulangnya dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli atau pakar nahwu, fiqih, tarekat dan ilmu-ilmu lainnya.
Untuk mengamalkan pengetahuan ke-Islaman yang telah diperolehnya, Mbah Kholil selanjutnya mendirikan Pondok Pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar satu kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya.
Dari hari ke hari, banyak Santri yang berdatangan dari desa-desa sekitarnya. Namun, setelah putrinya, Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha, Pesantren di Desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya.
Mbah Kholil kemudian mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota, sekitar 200 meter sebelah barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak Pesantren yang baru itu, hanya selang satu Kilometer dari Pesantren lama dan desa kelahirannya.
Di tempat yang baru ini, Mbah Kholil juga cepat memperoleh santri lagi, bukan saja dari daerah sekitar, tetapi juga dari Tanah Seberang Pulau Jawa. Santri pertama yang datang dari Jawa tercatat bernama Hasyim Asy’ari, dari Jombang, Jawa Timur. (Laporan Reporter Aktual.com: M Fikry Hizbullah)
Artikel ini ditulis oleh: