Jakarta, Aktual.com — Mata merupakan jendela diri seseorang, organ yang membantu menginterpretasikan pandangan melalui pesan yang terkirim dari pandangan ke otak.
Apa jadinya kalau mata kita bermasalah, sehingga kita tidak mampu mengirimkan pesan pandangan mata ke otak? Bagi orang dengan pandangan normal dan sehat, bisa jadi hal ini dianggap petaka, karena kita tidak mampu melihat dengan baik. Mata memang sangat penting dalam mendukung keseharian kehidupan manusia.
Katarak adalah salah satu jenis kelainan mata karena lensa mata menjadi keruh sehingga menghalangi cahaya yang masuk ke kornea.
Hal ini mengakibatkan penderita katarak kesulitan untuk melihat.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di Tanah Air maupun dunia. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1 persen per tahun. Atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak.
Penduduk Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis lainnya, karena 16-22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.
Untuk Provinsi Papua, prevalensi penderita katarak tahun 2013 adalah sebesar 2,4 persen dari total penduduk yang diperkirakan mencapai lebih dari tiga juta jiwa.
Jumlah itu memang bukan yang tertinggi, namun situasi dan kondisi Papua yang masih di bawah standar kelayakan membuat perang terhadap katarak dan gangguan penglihatan mata menjadi cukup menantang.
Hal ini melatarbelakangi Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) untuk secara khusus memberantas kebutaan dan gangguan kesehatan mata di Kabupaten Mimika, terutama di daerah-daerah pedalaman yang minim fasilitas kesehatan, apalagi fasilitas khusus pengobatan mata.
Sebagai pengelola dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia, LPMAK bertugas menyelenggarakan program-program pengembangan kualitas hidup masyarakat, salah satu yang utama yakni di bidang kesehatan.
Bertepatan dengan Hari Penglihatan Dunia atau World Sight Day yang jatuh pada Rabu ke-dua Oktober setiap tahun, LPMAK menggandeng sejumlah pihak terkait diantaranya Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, RSUD Mimika, dan Yayasan Kemanusiaan Indonesia (YKI)menyelenggarakan pengobatan mata dan operasi katarak gratis bagi masyarakat.
Setelah tahun sebelumnya menggelar di wilayah dataran rendah Mimika, tahun ini LPMAK menggelar kegiatan serupa di wilayah dataran tinggi yakni di Rumah Sakit Waa-Banti, Distrik Tembagapura. Selain di Banti, kegiatan itu akan berlanjut ke Mapurujaya Distrik Mimika Timur dan Kampung Kamoro Jaya (SP1) Distrik Wania.
Rangkaian kegiatan pengobatan mata di Kampung Waa Banti pada Senin (5/10) diawali dengan pemeriksaan mata dan deteksi katarak pada masyarakat yang bermukim di wilayah itu. Dari 190 penduduk yang menjalani pemeriksaan mata, 11 orang diantaranya didiagnosis menderita katarak. Sedangkan sisanya menderita gangguan mata minor seperti miopia dan hipermetropia.
Pada Selasa (6/10), sebanyak tujuh dari 11 penderita katarak itu menjalani operasi katarak di Rumah Sakit Waa Banti. Satu pasien yang dianggap memiliki tingkat keparahan sangat tinggi tidak menjalani operasi karena alasan medis.
Sedangkan, tiga orang lainnya memutuskan untuk tidak menjalani operasi.
LPMAK mempercayakan Yayasan Kemanusiaan Indonesia sebagai pelaksana pemeriksaan dan operasi mata. Dr Jusni Saragih SpM dari YKI bertindak sebagai ahli bedah.
Dr Jusni mengatakan menggunakan metode fakoemulsifikasi manual dalam menangani operasi katarak tersebut lantaran operasi dilakukan di daerah terpencil. Melalui metode yang dianggap konvensional itu, dokter menggunakan pisau untuk membuat robekan pada mata guna mengeluarkan lensa yang rusak dan menggantinya dengan yang baru (lensa intraokular buatan).
“Tidak ada kendala berarti dari operasi yang kami lakukan. Kendalanya cuma bahasa karena masyarakat sebagian besar menggunakan bahasa daerah (bahasa Amungkal digunakan oleh warga Suku Amungme). Namun secara keseluruhan pasien dapat bekerja sama dengan baik dan operasinya lancar,” jelas Dr Jusni.
Tujuh pasien yang menjalani operasi katarak, yang hampir semuanya sudah berusia lanjut begitu antusias saat dokter membuka perban yang menutup mata mereka pada Rabu (7/10) lalu.
Mereka sangat bahagia karena bisa melihat lagi, meskipun proses pemulihan untuk dapat melihat secara sempurna masih membutuhkan waktu yang lebih lama.
“Saya bersyukur kepada Tuhan karena saya bisa melihat lagi dengan kedua mata saya. Selama 12 tahun mata saya kabur. Ini berkat dan anugerah luar biasa bagi saya,” tutur Poi Omaleng, salah satu pasien yang menjalani operasi katarak di mata kanannya.
Kegiatan pemeriksaan dan operasi katarak di wilayah Banti tersebut mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Distrik Tembagapura. Bahkan Kepala Distrik (Camat) Tembagapura, Slamet Sutedjo selalu mendampingi para dokter dan perawat serta rombongan LPMAK selama menjalani kegiatan pemeriksaan dan operasi katarak di Banti.
“Kita semua patut bersyukur kepada Tuhan atas berkatnya bagi masyarakat di sini melalui bantuan dokter yang telah melakukan operasi katarak kepada mereka. Terima kasih kepada LPMAK dan PT Freeport melalui program-program kemasyarakatan yang selalu mengena kepada masyarakat di sini,” ujar Slamet yang sudah bertahun-tahun menghabiskan masa tugasnya untuk melayani masyarakat Distrik Tembagapura.
Distrik Tembagapura mencakup seluruh area operasi pertambangan PT Freeport di wilayah dataran tinggi Mimika, termasuk tiga kampung (desa) utama sekitar itu yakni Waa-Banti, Aroanop dan Tsinga yang menjadi basis pemukiman masyarakat Suku Amungme.
Slamet berharap ke depan semakin banyak program dan kegiatan dari Pemkab Mimika, LPMAK dan PT Freeport untuk masyarakat di wilayahnya agar derajat kesehatan dan kesejahteraan mereka semakin lebih baik.
“Kita harapkan program yang sangat baik ini bisa menjangkau wilayah lain yang lebih jauh sampai ke Aroanop dan Tsinga,” tuturnya.
Kegiatan pemeriksaan dan operasi katarak kerja sama LPMAK dengan berbagai pihak terkait itu terus berlanjut ke wilayah dataran rendah Mimika yakni di Mapurujaya dan Kamoro Jaya.
Pasien katarak yang ditemukan di dua lokasi itu nantinya akan menjalani operasi katarak di RSUD Mimika dan Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika.
Latih petugas puskemas Kepala Biro Kesehatan LPMAK Yusuf Nugroho mengatakan sebelum menggelar pemeriksaan dan operasi katarak di tiga lokasi itu, sebelumnya LPMAK menggelar pelatihan selama beberapa hari di Timika.
Pelatihan itu diikuti oleh 45 perawat puskesmas di seluruh Mimika, lima perawat RSUD Mimika dan empat perawat dan petugas lapangan LPMAK di Banti dan RS Waa-Banti.
Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas perawat tingkat puskesmas pembantu atau pustu dan puskesmas di seluruh Mimika agar mampu memberikan pelayanan bagi pasien yang mengalami gangguan penglihatan, termasuk kasus katarak.
“Pelatihan ini mencakup pemeriksaan mata kelainan visus, melatih screening kasus katarak dan layanan pascaoperasi. Kita berharap masing-masing puskesmas memiliki kemampuan itu sehingga ketika jika ditemukan kasus mereka bisa menanganinya secara langsung. Kalau tidak bisa ditangani, maka harus merujuk ke rumah sakit. Dengan demikian sistem rujukan BPJS juga bisa jalan,” jelas Yusuf.
LPMAK juga memberikan pelatihan pendampingan untuk para perawat rumah sakit baik untuk pelayanan spesialis mata maupun kegiatan operasi mata. Perawat yang dilatih yaitu perawat yang bertugas di poliklinik mata dan para perawat yang mendampingi dokter di ruang operasi, termasuk penataan anastesi(pembiusan).
Dari tiga lokasi kegiatan pemeriksaan dan operasi katarak, LPMAK menargetkan mampu mengjangkau hingga lebih dari 2.000 warga Mimika.
Adap pun pada tahun 2014 lalu, kegiatan pemeriksaan katarak di wilayah dataran rendah Mimika dapat menjangkau sebanyak 5.080 orang. Dari jumlah sebanyak itu, yang teridentifikasi mengalami gangguan mata karena katarak sebanyak 240-an atau lima persen. Namun yang menjalani operasi katarak hanya 74 orang.
“Tidak semua bisa dioperasi dan tidak semua mau dioperasi. Ada yang takut, ada yang tidak datang dan ada yang tidak siap dalam hal kondisi fisik. Masih ada 100-an pasien katarak sisa tahun lalu yang belum menjalani operasi,” jelas Yusuf.
Tak perlu RS khusus mata Ia mengatakan jika RSUD Mimika dan RSMM Timika berperan maksimal dalam penanganan kasus gangguan penglihatan, termasuk katarak, maka pasien di wilayah itu tidak perlu harus membuang-buang biaya untuk terbang ke daerah lain untuk melakukan operasi katarak.
“Jika prevalensi kasus katarak di Mimika 1,5 persen dari jumlah penduduk Mimika (jumlah penduduk Kabupaten Mimika mencapai lebih dari 300 ribu jiwa) maka kedua rumah sakit itu masih cukup mampu untuk menangani operasi kasus katarak,” ujar Yusuf.
Yusuf menambahkan, “Kita tidak perlu membangun rumah sakit khusus mata yang tentu akan menelan anggaran cukup besar. Namun pelayanan khusus mata oleh kedua rumah sakit ini perlu dimaksimalkan, termasuk dengan peningkatan mutu sumber daya manusianya”.
Hingga kini RSMM Timika sebagai rumah sakit milik LPMAK kini telah memiliki dokter spesialis mata yang didukung dengan peralatan yang memadai.
Sementara RSUD Mimika milik Pemkab setempat juga sudah membuka unit pelayanan khusus mata.
Meski demikian, Kepala Dinas Kesehatan Mimika Erens Meokbun berharap unit pelayanan khusus mata di RSUD Mimika harus lebih meningkatkan kualitas pelayanannya agar pasien yang mengalami gangguan mata bisa terlayani dengan lebih baik.
Kerja sama dan dukungan semua pihak tentu sangat dibutuhkan agar warga Papua di Kabupaten Mimika bisa bebas dari kasus katarak dan berbagai penyakit gangguan penglihatan lainya.
Artikel ini ditulis oleh: