Tulungagung, Aktual.com – Tiga permukiman nelayan di pesisir selatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, memiliki risiko tinggi terdampak bencana tsunami, karena lokasinya padat penduduk dan hanya beberapa meter dari atas permukaan laut.

“Sebenarnya ada beberapa titik pantai yang terdapat permukiman penduduk, namun tiga daerah ini yang paling padat, sehingga menjadi prioritas kami,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tulungagung, Suroto di Tulungagung, ditulis Sabtu (7/11).

Tiga kawasan pesisir yang dimaksud Suroto masing-masing adalah Pantai Sine yang berada di Kecamatan, serta Pantai Popoh dan Sidem yang berdampingan di Kecamatan Besuki.

Dari tiga perkampungan nelayan itu, Suroto menyebut jumlah penduduk yang rentan menjadi korban jika bencana tsunami datang mencapai 3.500 jiwa lebih.

Jumlah itu masih belum termasuk bila ada wisatawan ataupun nelayan luar daerah yang sedang kebetulan sedang berada di tiga kawasan pantai ini.

“Kita semua tidak berharap bencana itu (benar-benar) terjadi. Namun sebagai langkah antisipasi, beberapa titik pantai sudah kami buatkan jalur evakuasi untuk meminimalkan risiko korban jiwa,” ujarnya.

Tidak hanya menyusun skenario jalur evakuasi, lanjut Suroto, BPBD bersama lintasinstansi dan lembaga terkait juga tengah merancang skenario mitigasi yang segera diujicobakan pada pertengahan November ini.

Sasaran gladi lapang mitigasi bencana tsunami itu sendiri diproyeksikan melibatkan lebih dari 1.200 orang, mulai dari jajaran BPBD sendiri, kepolisian, polair, TNI, tim kesehatan, pramuka, Orari, relawan bencana serta nelayan dan masyarakat pesisir.

“(Pantai) Sine sudah pernah kami lakukan latihan mitigasi bencana pada 2013, sekarang kami uji cobakan di tempat lain, yakni di Pantai Popoh dan Sidem yang akan dibuat dalam satu skenario sekaligus,” ujarnya.

Ia mengatakan, tujuan simulasi tersebut adalah untuk menyosialisasikan potensi bencana tsunami itu sendiri sekaligus tata cara evakuasi dan mitigasi bencana demi menekan jumlah korban jiwa maupun harta benda.

“Harapannya tentu agar warga bisa menjadi ‘polisi’ bagi lingkungannya sendiri dan memiliki kemampuan mitigasi kebencanaan,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh: