Semarang, Aktual.com — Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menuding pemerintah kota (Pemkot) Semarang mempersulit akses dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) yang akan dijadikan patokan pembangunan kota hingga empat tahun ke depan. Alasannya, karena data yang diberikan tidak besar (asal-asalan).

“DPA Kota Semarang paling sulit diakses publik karena tidak ada rincian datanya,” keluh Aktivis Pattiro Semarang, Galih Pramilu Bakti, kepada wartawan, Kamis (24/12).

Berdasarkan penilaian serta kajian yang diberikan lembaganya, akses informasi DPA yang disajikan Pemkot punya nilai rendah. Yaitu, hanya enam, dengan kode penilaian kurang baik.

“Dan akhir Maret 2016 mendatang akan dilakukan ‘scorring’ bagi Semarang,” kata Galih.

Tak hanya itu, setelah melalui beberapa tahap evaluasi, ia juga menemukan hampir semua dokumen milik pemkot tidak semua bisa diakses.

“Meski mereka mempersilahkan kepada kami untuk mengajukan akses data informasi, tapi tidak semuanya bisa diakses,” terang Galih.

Menurut ia, pemkot justru memberikan waktu tunggu selama 14 hari kerja bagi pemohon yang mengajukan surat keberatan. Di Semarang, lembaganya juga kesulitan mencari kelengkapan data RPJMD dan RKPD. Hal-hal inilah yang dianggap badan pubik tak paham keterbukaan informasi.

“Ada yang di-upload dan ada yang kosong. Data APBD gampang-gampang susah untuk didapatkan karena ada yang harus disyaratkan,” jelas Galih.

Selain Kota Lumpia, hasil kajian Pattiro menemukan hanya Kota Solo, Kota Pekalongan dan Kabupaten Kendal yang proaktif memberikan data pengelolaan kota kepada publik. Di Kota Solo, warga bisa mengetahui jelas visi misi calon Kepala Daerah di portal KPU.

Sementara itu, di Kota Batik masih transparan memberikan data APBD 2015, profil dana pendidikan dan visi misi calon kepala daerah yang bertarung di bursa Pilkada.Yang tersaji di data Pemkab Kendal juga terpantau masih transparan.

“Sedangkan data-data yang kami minta dari Kota Magelang, Kabupaten Semarang sama sekali tidak diberikan oleh petugas,” kesal ia.

Ia menyatakan akan menyampaikan semua hasil evaluasi keterbukaan informasi publik kepada enam pemangku wilayah tersebut pada tahun depan. Ia juga akan menggandeng Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) untuk memberikan ‘scorring’ uji kelayakan publik yang ada di enam daerah tersebut.

Artikel ini ditulis oleh: