Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Harian Koalisi Merah Putih (KMP) DPR RI Fahri Hamzah mengemukakan, tahun 2016 merupakan ujian bagi koalisi tersebut.
“Sejak awal, cukup banyak yang ragu apakah KMP bisa bertahan lama,” katanya dalam pernyataan yang disampaikan kepada pers di Jakarta, Jumat (1/1), sebagai refleksi akhir tahun 2016.
Sejak dideklarasikan sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, menurut dia, sinisme berkata “kalau Prabowo menang, KMP bertahan, tapi kalau Prabowo kalah KMP habis”.
“Alhamdulillah setahun setelah KMP menguasai DPR dan MPR koalisi masih bertahan, tetapi akhir 2015 lalu KMP menunjukkan gejala melemah,” katanya.
Karena itu, kata Wakil Ketua DPR RI itu, tahun 2016 ini adalah tahun ujian besar bagi KMP. PAN sudah jelas mengumumkan bergabung dengan pemerintah meski menyatakan tetap di KMP.
Sementara itu, Partai Demokrat dan PKS dalam kasus persidangan ketua DPR di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara bulat mendukung koalisi pemerintah. “Yang bertahan digaris KMP hanya Golkar, Gerindra dan PPP, sementara pemerintah masih ‘menggantung’ nasib Golkar dan PPP di Kementerian Hukum dan HAM,” katanya. “Maka apakah KMP masih relevan? Publik harus terus diyakinkan bahwa membangun kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan adalah jalan demokrasi yang niscaya,” katanya menambahkan.
Sebab, kata dia, jika semua kekuatan politik masuk dalam pemerintahan, maka akan tercipta oligarki kekuasaan yang berbahaya.
“Karena itu, ikhtiar membangun legislatif yang kuat adalah ikhtiar mulia yang akan memberikan efek keseimbangan dan sistem keseimbangan (check and balance) dalam tubuh organisasi negara,” katanya.
Ikhtiar KMP untuk membangun kekuatan penyeimbang seharusnya didukung oleh segenap masyarakat, khususnya masyarakat sipil yang percaya dengan logika demokrasi.
“Tidak akan ada demokrasi yang sehat jika tradisi legislatif tidak berkembang. Keinginan kelompok KMP untuk membangun parlemen yang modern harusnya didukung karena parlemen modern adalah jaminan bagi daulat rakyat agar pengawasan publik pada pemerintahan bisa berjalan efektif,” katanya.
Jika parlemen dibiarkan lemah, katanya, maka hegemoni kekuasaan eksekutif akan melahirkan korupsi dan penyimpangan.
Artikel ini ditulis oleh: