yogyakarta, Aktual.com – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X, mengimbau kepada para generasi muda bersikap kritis terhadap ajakan seseorang untuk mengikuti gerakan atau kelompok tertentu, yang belum tentu benar bahkan menyesatkan.

“Harapan saya agar anak-anak muda itu tidak mudah tergiur iming-iming perkataan orang yang mungkin perkataan orang itu bisa baik, tapi juga bisa menyesatkan,” kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (11/1).

Hal itu disampaikan Sultan menanggapi kasus beberapa warga setempat yang dikabarkan hilang, karena direkrut oleh kelompok atau organisasi tertentu.

Seperti diberitakan, dokter Rica Tri Handayani bersama anaknya Zafran Alif Wicaksono dilaporkan hilang sejak 30 Desember 2015.

Dokter muda itu dikabarkan meninggalkan keluarganya karena direkrut oleh organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Akhirnya mereka dijemput oleh kepolisian di Bandara Kota Waringin Barat, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Senin (11/1).

Selain dokter Rica, warga DIY lainnya yang dinyatakan hilang yakni seorang PNS di Rumah Sakit Sardjito, berinisial ES (40) yang menghilang sejak Oktober 2015, Seorang pelajar asal Sleman, Ahmad Kevin Aprilio hilang bersama ayah kandungnya, Angga, sejak 26 November 2015, serta Diah Ayu Yulianingsih warga Ngemplak, Sleman yang dikabarkan meninggalkan rumah sejak 11 Desember 2015.

“Kenapa harus dikatakan orang hilang, kalau meninggalkan rumah kenapa tidak pamit. Pamit seharusnya dijadikan kebiasaan,” kata Sultan.

Menurut Sultan, pengawasan terkait aktivitas berbagai organisasi atau kelompok tertentu yang mencurigakan atau menyimpang di DIY sepenuhnya diserahkan aparat Kepolisian serta TNI. “Kalau Pemda sulit karena kami tidak memiliki perangkat intelijen, yang punya perangkat intelijen kan kepolisian atau TNI,” kata dia.

Sultan mengatakan sulit melacak secara langsung para pengikut suatu organisasi atau kelompok yang dinilai mencurigakan tersebut, sebab tidak seluruh pengikut merupakan anggota atau kader terdaftar suatu organisasi.

“Sulit, kalau yang namanya simpatisan kan belum tentu terdaftar. Tidak seperti kader partai yang memiliki kartu anggota,” kata dia.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, menurut Sultan, Pemda DIY telah menerbitkan Kartu Identitas Anak (KIA) bagi anak dengan usia di bawah 18 tahun.

“Dengan kartu tersebut anak sejak dini dapat mempertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri secara hukum,” kata Sultan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara