Minyak Mentah Dunia (Aktual/Ilst.Nelson)
Minyak Mentah Dunia (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Bank Dunia memangkas proyeksinya untuk harga minyak mentah 2016 menjadi 37 dolar AS per barel dan memperkirakan harga komoditas lainnya merosot lebih lanjut tahun ini, karena permintaan lemah dari negara-negara berkembang.

(Berita sebelumnya: IEA: Harga Minyak Terus Tertekan di Tahun Ini, Bagaimana Nasib Indonesia?)

Dalam laporan Prospek Pasar Komoditas terbaru, bank mengatakan perkiraan lebih rendah mencerminkan kembalinya ekspor Iran yang lebih cepat dari yang diantisipasi, ketahanan yang lebih besar dalam produksi AS dan prospek pertumbuhan lemah di negara-negara berkembang utama.

Dalam proyeksi terakhirnya pada Oktober, Bank Dunia mengatakan harga minyak akan tinggal di sekitar 51 dolar AS per barel pada 2016.

Harga minyak turun 47 persen pada 2015. Namun, pemulihan bertahap harga minyak diperkirakan tahun ini karena permintaan diperkirakan agak menguat dengan peningkatan moderat dalam pertumbuhan global.

Antisipasi pemulihan harga minyak diperkirakan lebih kecil dari “rebound” yang diikuti penurunan tajam pada 2008, 1998 dan 1986. Prospek harga tetap tunduk pada risiko penurunan yang cukup besar, menurut laporan tersebut.

“Harga rendah untuk minyak dan komoditas cenderung bersama kami untuk beberapa waktu,” kata John Baffes, ekonom senior dan penulis utama dari Prospek Pasar Komoditas.

“Sementara kita melihat beberapa prospek untuk harga komoditas naik sedikit selama dua tahun ke depan, risiko penurunan yang signifikan tetap ada,” katanya.

Di luar pasar minyak, semua indeks harga komoditas utama diperkirakan turun pada tahun ini karena pasokan terus-menerus besar dan melambatnya permintaan di negara-negara berkembang.

“Butuh waktu untuk manfaat harga komoditas yang lebih rendah diubah menjadi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di antara para importir, tapi eksportir komoditas merasa sakit,” kata Ayhan Kose, Direktur Prospek Pembangunan Grup Bank Dunia.

Harga non-energi diperkirakan turun 3,7 persen pada 2016, dengan logam jatuh 10 persen setelah turun 21 persen pada 2015, karena permintaan lebih lemah di negara-negara berkembang dan kenaikan dalam kapasitas baru.

Harga komoditas pertanian diproyeksikan menurun 1,4 persen, dengan penurunan di hampir semua kelompok komoditas utama, mencerminkan prospek produksi yang memadai meski ada kekhawatiran gangguan dari El Nino, tingkat stok mencukupi, biaya energi yang lebih rendah dan permintaan datar untuk biofuel, laporan mencatat.

Bagaimana Nasib Indonesia?

Sebagai informasi, Indonesia sudah menjadi negara net importir sejak tahun 2003. Turunnya harga minyak semestinya menjadi keuntungan bagi Indonesia, karena mendapatkan harga minyak yang murah.

Namun karena Indonesia belum mempunyai kilang untuk menimbun sebagai cadangan penyangga, harga minyak yang rendah ini tidak bisa menjadi keuntungan. Malah pemerintah dan Pertamina tetap mempertahankan harga jual BBM, untuk menutupi kerugian di sektor hulu.

Sektor hulu sendiri yang menjadi seperempat penerimaan APBN, harga minyak yang rendah menyebabkan penerimaan negara menjadi berkurang. APBN dengan asumsi harga minyak $50 per barel pun terpaksa harus diubah, dengan menggenjot penerimaan pajak.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan