Jakarta, Aktual.com — Siapa yang tak suka jika perjalanan yang biasa ditempuh 3-4 jam akan dipermudah oleh pemerintah. Ya, khususnya proyek garapan China di Indonesia yakni kereta cepat Jakarta-Bandung.
KA cepat mampu menempuh kecepatan 250 kilometer per jam, dengan empat stasiun (Halim, Karawang, Walini dan Tegalluar), dan satu dipo (Tegalluar). Namun demikian, pembangunan proyek tersebut tak sesuai dengan Peraturan Presiden No 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
Bahkan, ada permintaan Tiongkok yang tak sesuai dengan komitmen awal antara Indonesia dan Tiongkok, yang sebelumnya tidak memasukkan penjaminan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan.
Direktur Centre For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan dengan adanya sekelumit masalah dalam pembangunan KA cepat itu, sebaiknya pemerintah dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara membatalkan proyek tersebut.
“Itu tak tak sesuai bahkan melanggar PP no 107 tahun 2015, yang telah diteken oleh Presiden Jokowi,” ujar Uchok ketika berbincang, Rabu (3/1).
Seharunya, sambung Uchok, seorang petinggi negara konsisten dan tegas dengan peraturan yang dibuat sendiri. Bukan malah sebaliknya melanggar apa yang sudah dibuat. “Jangan jadi presiden seperti ‘belut’ tidak bisa dipegang,” ujar dia.
Kepercayaan publik, sambung dia, lama kelamaan akan luntur karena presiden selaku pemimpin negara melanggar sebuah kebijakan yang sudah embannya. “Sikapnya yang tidak bisa dipegang, ini menunjukan presiden kita ini plin-plan seperti anak kecil,” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Menteri BUMN, Rini Soemarno menyatakan proyek kereta cepat tersebut dibangun oleh konsorsium BUMN yaitu PT Wijaya Karya Tbk (Persero), PT Jasa Marga Tbk (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
Namun demikian kebijakan pemerintah soal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini, Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Rini Soemarno salah menafsirkan Undang-undang khususnya soal pemanfaatan sumber daya untuk rakyat Indonesia.
Kesalahan pertama adalah kekeliruan memahami, makna pasal 33 yang diturunkan menjadi berbagai UU termasuk di dalamnya UU BUMN. Pasal 33 ayat 2 berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Pasal 33 ayat 3 berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Perihal proyek kereta cepat yang disebut Rini Soemarno murni untuk bisnis itu yang melanggar UU. Karena BUMN bukan untuk bisnis tapi menyalurkan kesejahteraan kepada rakyat. Dalam hal ini apakah kerjasama empat BUMN yang tergabung dalam satu konsorsium, empat dengan perusahaan China dalam hubungan Business to Business jelas melanggar pasal tersebut.
Sejumlah kalangan pun tak habis pikir dengan jalan pikir pemerintah yang memilih China untuk menggarap proyek kereta cepat ini. Terlebih lagi, perusahaan konstruksi yang dimiliki Indonesia tidak dimanfaatkan dalam proyek senilai puluhan triliun tersebut. Bahkan Indonesia memilih utang kepada China.
“Wika, PP dan HK adalah perusahaan konstruksi yang memiliki banyak aset seperti jalan tol dan gedung b begitu juga dengan PTPN. Kenapa mereka mengambil PTPN, yah karena yang mereka incar adalah aset lahan PTPN. Ke semua aset milik BUMN itu adalah milik negara, kenapa aset yang tidak bernilai harganya itu tidak dihitung dan tiba-tiba kita hanya memiliki utang kepada perusahaan China?” ujar dia.
“Kalau misalnya mereka harus membebaskan lahan bisa mampus mereka, berapa harus mereka keluarkan. Lah ini lahan PTPN diambil begitu saja, tidak dihitung, malah kita yang dibilang berutang pada mereka (China). Ini kan konyol. Ini cara berpikir yang keliru.”
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby